Gambar: Merdeka.com |
Kita semua tahu bahwa bangsa ini tercipta karena perjuangan besar para nenek moyang. Jauh ribuan tahun sebelum merdeka, mereka telah meninggalkan beragam warisan berharga kepada bangsa ini. Warisan itu berupa falsafah kehidupan yang berisi nilai-nilai luhur serta peninggalan agung dalam bentuk karya budaya. Tetapi semakin ke sini, warisan nenek moyang semakin terampas tantangan zaman.
Salah satu contoh warisan nenek moyang yakni tradisi sambatan atau gotong-rotong. Tradisi Jawa ini melibatkan banyak orang yang bekerja bersama-sama saling membantu dalam membangun sebuah rumah. Sambatan tidak hanya terbatas dalam membangun rumah saja. Melainkan dapat diaplikasikan lebih kompleks ke dalam kehidupan sosial.
Misalnya ketika terjadi bencana banjir di suatu daerah. Nilai-nilai yang terdapat dalam sambatan ini dapat diterapkan. Masyarakat dari daerah lain ikut menolong korban dan menanggulangi terjadinya banjir. Bentuk kepedulian inilah yang ingin ditanamkan nenek moyang bangsa Indonesia. Bahwa sebagai mahluk sosial, manusia harus peduli dengan kondisi di sekitarnya.
Tetapi nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang ini menjelma menjadi mahluk asing. Di tengah kondisi masyarakat saat ini, eksistensi budaya sambatan jarang ditemui lagi. Masyarakat mulai beralih menuju modernitas dan melupakan tradisi lama. Selain itu, sikap egoisme yang cukup tinggi juga menurunkan jiwa sosial seseorang sehingga mengabaikan kepedulian terhadap sesama.
Selain nilai-nilai luhur, nenek moyang juga mewariskan produk kebudayaan dalam bentuk karya. Peninggalan ini beragam jenis, mulai dari pakaian, makanan khas, dan kesenian di tiap-tiap daerah.
Seberapa Berharga?
Berbicara perihal peninggalan, wayang menjadi salah satu produk kesenian yang mempunyai nilai berharga. Tercipta lebih dari 1500 tahun lalu, wayang sudah nenjadi simbol kehidupan masyarakat Jawa. Pertunjukan dalam wayang adalah sebuah gambaran dari proses kehidupan yang dijalani.
Cerita dalam pertunjukan wayang asyik untuk ditonton. Tetapi sejatinya cerita itu bukan hanya tontonan saja, melainkan di dalamnya terdapat tuntunan dan nilai-nilai spiritual yang bisa dipetik. Dan selanjutnya, masyarakat dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sosial di dunia ini.
Di samping keluhurannya, wayang adalah mahakarya yang mendunia dan mendapatkan apresiasi besar dari negara-negara lain. UNESCO mengakuti pertunjukan wayang sebagai karya budaya yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang sangat berharga (masterpiece of oral and intangible heritage of humanity) pada 7 November 2003. Bahkan para turis mancanegara yang datang ke Indonesia menjadikan wayang sebagai souvenir utama.
Tetapi sayang, warisan nenek moyang yang satu ini tidak mendapatkan perhatian lebih. Keberadaanya begitu mudah lenyap dan tergantikan dengan produk modern. Akibatnya, budaya bangsa ini dicuri dan diklaim oleh negara luar. Seperti wayang yang diklaim negara Malaysia.
Begitu miris melihat kondisi bangsa seperti ini. Di mana letak kepedulian masyarakat terhadap warisan nenek moyang? Padahal budaya ini tercipta berkat perjuangan panjang yang mengorbankan darah dan nyawa. Itu baru saja wayang, belum lagi 7241 karya budaya lainnya yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di berbagai wilayah di negeri ini.
Hilangnya Kepedulian terhadap Bangsa
Fenomena hilangnya rasa kepedulian terhadap budaya lokal disebabkan oleh dua faktor. Pertama, pesatnya arus globalisasi. Kemudahan akses informasi yang melibatkan seluruh bangsa di dunia ini memungkinkan terjadinya pertukaran budaya. Apalagi pasar internasional semakin terbuka bebas.
Dalam hal ini, produk-produk asing dapat masuk ke negara ini tanpa dapat difilter. Dampaknya, masyarakat akan tertarik dan bisa jadi menjadi konsumen produk asing. Di Indonesia sendiri banyak fenomena yang terjadi. Contoh dalam kebutuhan primer, masyarakat gemar memakai jaket, celana jeans, rok mini. Sementara batik dan kebaya jarang sekali dipakai.
Bahkan muncul stigma negatif yang mengatakan bahwa batik sudah kuno dan sekarang saatnya menjadi manusia modern. Hal itu ditunjukkan dengan masifnya konsumsi model pakaian yang diproduksi negara asing.
Kedua, bangsa Indonesia tidak menyadari betapa berharganya warisan nenek moyang. Peninggalan nenek moyang dianggap sebagai barang kuno yang tidak pantas dipakai di era modern sekarang ini. Kita mendadak menjadi gampang amnesia dengan warisan itu. Atau barangkali memang, kita ingin nasib bangsa ini menjadi negara dunia ketiga?
Bangsa dan Guide of Value
Sebenarnya pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk menjaga nilai-nilai bangsa yang dimiliki. Hal itu terbukti dengan adanya lembaga-lembaga yang dibentuk pemerntah. Misalnya kementrian pendidikan dan kebudayaan, dinas olahraga dan pariwisata, dan masih banyak lembaga lain. Lembaga-lembaga ini juga sering melakukan berbagai progam dan agenda.
Tetapi mengapa lagi-lagi bangsa Indonesia yang kaya akan warisan budaya serta nilai-nilai dan tradisi tetap tergerus arus ajalnya?
Ada empat faktor yang melatarbelakangi;
Pertama, pemerintah tidak cukup profesional dalam melayani publik. Setelah menduduki kursi jabatan, pemerintah hanya mementingkan kepentingan pribadi dan mengabaikan segala hal yang menjadi bagian penting dari bangsa ini.
Kedua, program dan kebijakan pemerintah tidak berdasarkan perhitungan matang. Dalam bahasa lain, pemerintah hanya formalitas saja dalam menjalankan amanahnya. Sehingga program yang dilakukan seringkali tidak tepat sasaran.
Ketiga, beragam inovasi yang diciptakan pemerintah tidak berdampak apa pun. Misalnya membangun beberapa taman dan museum untuk memperkenalkan masyarakat dengan peninggalan nenek moyang yang bersejarah. Tetapi, tidak memperhaikan produk-produk asing yang lebih menarik dan menggugah minat masyarakat.
Dan terakhir, pemerintah kurang pandai dalam mengemas mitos. Berbeda Amerika yang pandai dalam menciptakan frame tentang pahlawan kartun seperti Batman dan Superman. Mereka benar-benar menjiwai dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai pengawal nilai-nilai bangsa.
Teknologi Modern untuk Apa?
Kemajuan teknologi dan informasi mengubah pola hidup manusia. Aktivitas dapat dijalankan dengan mudah. Hal ini seharusnya dapat dimanfaatkan dalam segala bidang.
Tetapi yang terjadi saat ini adalah modernisasi hanya dinikmati sebatas easy akses. Masyarakat menggunakan media yang canggih ini untuk kepentingan sehari-hari. Misalnya dalam bertukar informasi, memesan tiket tranportasi, dan berkirim barang.
Dan yang lebih parah lagi, modernitas melalui teknologi justru digunakan untuk perang politik. Dalam panggung politik, para politisi saling adu wacana di depan media. Berita hoaks dan hujatan-hujatan kebencian menjadi hal biasa.
Suasana inilah yang menghilangkan nilai-nilai tradisi di Indonesia. Mengapa teknologi modern ini tidak digunakan dalam proses menjaga dan merawat nilai-nilai bangsa?
Perlu kita sadari bahwa fenomena lunturnya nilai-nilai bangsa ini tidak disebabkan dari faktor luar saja. Tetapi dalam diri sendiri seharusnya menyadari, sampai sejauh mana kita merawat bangsa ini? Sekarang, di mana letak cita-cita kemerdekaan yang diperjuangkan nenek moyang dan para pahlawan dengan pengorbanan darah dan nyawa? [A.M]
KOMENTAR