ORANG dalam kondisi berpuasa tidak boleh memasukkan benda apa pun ke dalam tubuh (jauf) yang melalui tujuh lubang pada tubuh manusia. Demikianlah orang pada umumnya mengetahui. Akan tetapi, bagaimana jika memasukkan benda tersebut menjadi efek samping ketika menjalankan sesuatu yang di wajibkan atau di sunahkan?
Islam merupakan agama yang tidak memberatkan. Konsekuensi dari efek samping dalam perintah syara' memiliki toleransi. Hal ini bisa di contohkan, apabila kita melakukan wudlu dan berkumur tiga kali. Bagi orang yang berpuasa, berkumur tiga kali saja setiap akan berwudlu tetap menjadi hal yang disunnahkan. Bila air tertelan dalam kondisi yang tidak sengaja, ini tidak membatalkan puasa, semasa hal tersebut tidak berlebihan.
Hal yang senada juga berlaku pada mandi wajib atau sunnah. Selama tidak dilakukan secara berlebihan dalam menghentakkan. Jika air masuk dalam kondisi yang tidak di sengaja, maka puasa tidak batal atau masih dapat di lanjutkan.
Lantas, bagaimana jika bersiwak atau menyikat gigi dengan pasta gigi atau air kemudian tertelan?
Imam Nawawi, dalam al-Majmu’, syarah al-Muhadzdzab menjelaskan:
لو استاك بسواك رطب فانفصل من رطوبته أو خشبه المتشعب شئ وابتلعه افطر بلا خلاف صرح به الفورانى وغيره
Artinya: Jika ada orang yang memakai siwak basah. Kemudian airnya pisah dari siwak yang ia gunakan, atau cabang-cabang (bulu-bulu) kayunya itu lepas kemudian tertelan, maka puasanya batal tanpa ada perbedaan pendapat ulama. Demikian dijelaskan oleh al-Faurani dan lainnya. (Abi Zakriya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, juz 6, halaman 343)
Sumber di atas memberikan kita pemahaman, jika air yang bukan barang inti atau sekedar bulu kayu yang menjadi bagian inti siwak itu sendiri membatalkan puasa. Lalu bagaimana jika pasta gigi yang sama-sama tidak diperintahkan syara'?
Dapat dipahami, ketika orang yang berpuasa menyikat gigi dengan pasta gigi, air ataupun sisa pasta gigi tersebut tidak tertelan maka puasanya tidak batal. Akan tetapi, jika ada sedikit saja yang tertelan meski tanpa disengaja, puasanya batal.
Kehati-hatian menjadi sesuatu yang hendaknya kita lakukan. Solusi yang dapat kita lakukan, yakni menyikat gigi sebelum waktu imsak. Jika lupa dan melewati waktu tersebut, gunakan kayu siwak (arok) atau menyikat gigi tanpa menggunakan pasta.
Apabila ingin berkumur, maka lakukan bersamaan dengan wudlu. Sehingga antara keduanya berada pada posisi yang aman. Menjaga agar amalan puasa tetap terjaga menjadi hal yang berharga bagi kita. Sudah menjadi hal yang semestinya dilakukan bukan? (Nu.or.id) [Devia]
KOMENTAR