Kita semua sebenarnya seorang pemimpin. Pemimpin tidak selalu dalam artian harus punya pengikut. Pemimpin juga tidak harus menjadi raja atau presiden. Diri kita sendiri adalah seorang pemimpin, yakni memimpin diri sendiri. Makanya kelak kita semua akan dimintai pertanggunngjawaban atas kepemimpinan kita selama di dunia. Bagi orang yang tidak bisa memimpin dengan baik, alias menyalahi aturan Tuhan, kalau di dunia belum sempat memperbaikinya akan mendapatkan siksa.
Penting belajar menjadi pemimpin yang baik di dunia ini. Menjadi tidak berlebihan, berkelakuan baik, sehingga kemudian berharap kelak tidak disiksa.
Melihat masa sekarang ini, sebagian orang merasa dibingungkan untuk mencari pemimpin-pemimpin yang baik. Lantas, apa yang sebenarnya menjadi masalah sehingga membentuk rasa resah terhadap sikap-sikap pemimpin saat ini?
Seorang Ulama Jawa pada abad 19-an M, KH Ahmad Rifa'i terkenal dengan protes perlawanannya terhadap pemimpin Kolonial Belanda sehingga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia oleh Presiden SBY di tahun 2004. Ia melakukan perlawanannya begitu tajam mengkritik pemerintahan Belanda yang waktu itu, dipimpin oleh orang kafir yang dinyatakannya telah berbuat zalim. Protes, perlawanan itu berbentuk doktrin yang banyak dimuat di dalam karya kitabnya yang berjudul Tarikh, Nadzam Wakayah, Syarihul Iman, Bayan, Tafrikah, Abiyanal Hawaij, Tasyrihatul Muhtaj dan Riayatul Himmah.
Dalam karangan-karangannya tersebut ada rangkuman yang menerangkan syarat-syarat untuk kriteria pemimpin ideal, baik pemimpin agama maupun pemimpin suatu negara. Pemimpin ideal merupakan pemimpin yang memerintah, mengajak menuju kebajikan, bukan yang sebaliknya.
Kiai Rifa'i hanya memberikan dua syarat saja dalam kriteria pemimpin ideal. Pertama, yaitu pemimpin harus memiliki penguasaan ilmu yang luas khususnya dalam bidang yang dipimpin. Kedua, siapapun yang menjadi pemimpin mempunyai riwayat yang sempurna, alias tidak punya cacat dengan perilaku-perilaku kejahatan atau dosa yang berterus-terusan, yang belum di taubati. Kedua syarat ini disebut dengan istilah 'alim dan bersifat adil riwayatnya.
Dua kriteria tersebut sepertinya memang sulit kita temui dari pemimpin-pemimpin sekarang. Pemimpin yang ideal menurut KH Rifa'i, kriteria alim dan adil ini harus melekat jadi satu dalam dirinya. Saat ini mendapatkan orang yang alim saja sudah sulit. Alim dengan artian, yang benar-benar memiliki ilmu secara luas dan paham betul dan dapat mempertanggungjawabkan kealimannya, ini saja sudah sulit. Apalagi mencari adilnya, lebih sulit lagi. Lalu, bagaimana jika ditimbang antara orang yang alim ini dengan orang yang adil, lebih utama mana?
Ada yang membingumngkan lagi memang. Mencari orang yang alim saja sudah susah, tapi ditambah lagi pertanyaan lebih utama mana antara alim dan adil. Jika ditelaah lagi demi kemaslahatan umum, antara keduanya lebih utama orang yang adil. Artinya, orang yang alim, ia hanya sekadar memiliki banyak ilmu dan teori, tapi belum berusaha untuk mengamalkan ilmu pengetahuan yang ia punya. Ini lebih berbahaya, nanti bisa menjadi fitnah yang lebih besar atau zalim. Begitulah kriteria yang diajarkan oleh KH Rifa'i Kalisalak, tentang pemimpin yang ideal.
Teringat perkataan Nabi; Aku lebih takut daripada fitnahnya dajjal, yaitu fitnahnya para pemimpin yang zalim. Ibaratnya seperti macan yang hidup di kalangan domba-domba.
Nabi saja 14 abad yang lalu sudah berpesan kepada umatnya, agar selalu waspada terhadap pemimpin yang zalim. Pemimpin yang termasuk zalim, misalnya; orang yang memimpin agama tapi tidak menghidupkan agama, malah mencari hidup di dalam agama, orang yang memimpin tapi mementingkan kesejahteraan pribadi, daripada memerangi terjadinya fitnah kerusakan yang jelas-jelas tidak di sesuai dengan ajaran Nabi, bahkan juga orang yang menyalah gunakan kekuasaanya dengan hal yang tidak bermanfaat bagi kemaslahatan umatnya, itu sebagian contoh orang, pemimpin yang zalim.
Sedangkan orang yang bersifat adil, pemimpin atau orang yang tidak terlalu luas ilmunya, tapi ia berusaha mengamalkan ilmunya yang walaupun sedikit dengan sebenar-benarnya. Semua orang tahu kalau korupsi ini tidak boleh, misalnya. Tapi seberapa sedikitnya orang yang mengamalkan untuk dirinya agar terhindar dengan tidak melakukan korupsi. Makanya orang yang ilmunya sedikit tapi berusah dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakannya itu lebih utama dibanding orang yangpintar tapi tidak mengamalkan ilmunya.
Bahyanya pemimpin yang tidak adil, dan terlalu ambisi, sehingga tidak mau dinasehati itu berarti sudah sombong, angkuh. Orang yang sudah angkuh ini sulit diajak kepada kebajikan, akhirnya banyak fitnah yang muncul yang akibatnya menyombongkan dirinya. Orang yang menyombongkan dirinya ini, telah memunculkan sifat ke-akuanya, dan bisa jadi tidak mengakui Tuhan. Kalau sudah tidak mengakui Tuhan kok memimpi, maka tunggu saja kehancuran yang nyata. Anda adalah pemimpin, jadi bersikaplah adil. [AD]
KOMENTAR