Gambar: gamers |
Misalnya, tanpa pergi ke warung atau rumah makan, ia sudah bisa membeli makan hanya dengan memesan makanan siap antar melalui order online. Atau misalnya, tanpa mengikuti audisi penyanyi atau audisi artis ia sangat bisa untuk menjadi seperti demikian karena dengan posting di media sosial instagram atau youtube kemudian postingannya tersebut viral.
Dalam dunia komunikasi dan informasi juga misalnya, hal-hal yang tidak ia ketahui pun tanpa harus berburu buku yang sulit dan mahal, atau mencari dan bertanya kepada orang-orang cerdas yang mungkin sekelas Goenawan Mohammad dan Najwa Shihab, serta tokoh nasional lain. Ia hanya tinggal mengetikkan kata kunci yang ingin diketahui makan akan muncul ribuat artikel, berita, maupun video terkait yang ingin ia ketahui.
Apalagi di tengah banjirnya informasi yang sudah menyatu di hari-hari masyarakat kita, konsumsi informasi terbilang kaca karena tidak sedikit dari kita -tak lepas juga dari pada pelajar di Universitas- juga termakan dari informasi palsu yang menyesatkan dan dimakan secara mentah-mentah.
Mengapa demikian? Tentu karena informasi yang sudah terlalu membanjir dan kemalasan atau sulitnya memilah informasi yang benar dan esensial. Sehingga di dalam kondisi yang terus seperti ini maka tidak lagi memungkinkan saja, namun sangat bisa untuk menjadi budaya yang akan mengakar.
Selanjutnya, tentu saat konsumsi informasi dan pengetahuan yang ada di tengah masyarakat khususnya mahasiswa maka dapat mencerminkan bagaimana kualitas sebuah bangsa dan generasi mudanya, serta masa depannya.
Generasi milenial ketika dilihat dari kondisi sosial budaya seperti demikian, bukan lagi menjadi generasi emas yang akan membawa masyarakat dan bangsanya ke arah yang berkemajuan, namun yang terjadi adalah keraguan dan layak untuk dicemaskan akan berlangsungnya masa depan masyarakat selanjutnya.
Generasi milenial, khususnya di kalangan mahasiswa di Universitas-universitas di ketidakjelasan transfer informasi dan pengetahuannya sangat penting untuk kembali lagi mempelajari ilmu filsafat. Hal ini karena untuk mengasah kembali skeptisisme atas kebenaran, sistematika pemikiran dan logika berfikir saat hidup di tengah lautan informasi yang ada.
Alasan-alasan mengapa ilmu filsafat penting untuk dikaji oleh generasi milenial di antaranya adalah:
1. Skeptis itu Dasar Untuk Mengenal Kebenaran
"Dalam pertimbangan kami tentang masalah fakta, ada semua tingkat kepastian yang dapat dibayangkan, dari kepastian tertinggi hingga spesies terendah dari bukti moral. Karena itu, orang yang bijak menyamakan keyakinannya dengan bukti".
[David Hume, An Enquiry Concerning Human Understanding]
Ketidakjelasan informasi dan pengetahuan yang berlangsung sekarang membuat kita, tak terkecuali mahasiswa, kesulitan menemukan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka jika kita lengah dan malas dan memverifikasi kebenaran akan menjadikan sesatnya kita berfikir dan melangkah. Maka hal tersebut ada diri mahasiswa maka akan sesat dan rusak pula dunia intelektual bangsa ini.
Nietzche juga pernah mengatakan, "Seorang intelektual sejati adalah ia yang skeptis". Dari sini, saat mahasiswa sudah tidak lagi skeptis maka matilah nalar dan masa depan kebenaran yang seharusnya ada.
2. Informasi Sesat Sengaja Dibuat
Dunia yang sudah diisi dengan banyaknya manusia yang memiliki dan diperdaya kepentingan seperti sekarang, adalah sebuah keniscayaan untuk kita bisa lari dari tujuan jahat mereka. Orang-orang tersebut tidak lagi peduli dengan nilai, moral, dan esensi sosial. Yang terpenting adalah apapun akan dilakukan agar kepentingan dapat tercapai.
Salah satunya dan yang menjadi momok mengerikan di dunia digital seperti sekarang adalah virus kesengajaan menyebarkan informasi sesat untuk memaksa orang membenarkan kepentingannya yang meski tidak sesuai dengan kebenaran.
"Saat kebohongan itu dibuat sekali maka akan jadi kebohongan, namun saat kebohongan itu dibuat seribu kali maka akan jadi kebenaran".
[Jossep Gobbel]
Terbukti dengan adanya sarasen mania yang membuat hoaks dan fake news kepada masyarakat yang tidak sedikit mempercayainya, tentu mahasiswa pun tidak sedikit yang menjadi korbannya.
3. Merawat Akal Sehat
Kita diberi pikiran adalah memiliki fungsi untuk berfikir, namun saat fikiran itu tidak digunakan atau digunakan dengan tidak logis, maka sama saja menyia-nyiakan akal kita.
Ilmu filsafat adalah kunci untuk mengetahui lebih dalam tentang simbol-simbol yang muncul di tengah masyarakat. Saat kita tidak mengetahui dan sesat dalam memaknai simbol tersebut, maka akan hilang akal sehat kita sebagai manusia yang berfikir. Alias tidak ada bedanya dengan binatang yang tidak berfikir.
Mahasiswa Milenial di era seperti sekarang penting untuk masuk ke dunia filsafat yang semakin ke sini dianggap sebagai hal yang tidak lazim. Mari berfilsafat. [neo]
KOMENTAR