Gambar: unsplash.com |
Februari telah tiba, bulan yang selalu diidentikkan dengan bulan romantis ini tak henti menuai pro kontra, tentu tentang perayaan Valentine Day. Beberapa hari ini, di beranda media sosial sudah mulai dipenuhi dengan perdebatan tentang halal-haramnya merayakan hari Valentine atau hari Kasih Sayang yang dinanti-nanti kaum muda pada khususnya.
Namun karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan memiliki pemikiran yang berbeda-beda, selalu muncul perdebatan terkait hukum perayaan hari Valentine yang berasal dari budaya barat tersebut.
Selain tentang perdebatan halal haramnya hari Valentine, momentum ini menimbulkan euforia bagi anak-anak muda untuk merayakan hari Valentine bersama orang-orang yang dicintai atau disayanginya, terutama dengan pacar.
Mengenai sejarah hari Valentine, sampai saat ini belum ada cerita yang memberikan gambaran dan alasan jelas mengapa tanggal 14 Februari harus diperingati hari Valentine. Banyak versi asal dari perayaan ini dan semuanya tidak berakhir dengan cerita indah.
Sejarah Hari Valentine
Kisah tentang hari Valentine yang populer memang dari kisah Santo Valentinus yang hidup pada masa Kaisar Claudius II. Saat itu sang kaisar melarang pemuda untuk menikah. Menurutnya, menikah dapat membuat mereka produktif dan menurunkan kinerjanya sebagai prajurit.
Dalam cerita ini, Valentinus melanggar peraturan Claudius II dengan diam-diam menikahkan beberapa pasangan muda. Cerita lain mengatakan ketika Valentinus dipenjarakan, ia jatuh cinta dengan putri sipir penjara itu. Diduga ia sempat emngirimkan surat yang bertuliskan "from your Valentine", yang kemudian menemui ajalnya pada tanggal 14 Februari 269 M.
Salah satu versi cerita mengatakan, perayaan Hari Valentine merupakan kelanjutan dari perayaan tahunan Lupercalia yang diadakan setiap 15 Februari. Para pendeta saat itu akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing.
Dalam perayaan ini para lelaki telanjang dan mencambuki perempuan dengan menggunakan cambuk yang terbuat dari kulit kambing atau kulit anjing. Hal ini dilakukan dengan harapan bisa meningkatkan kesuburan para perempuan. Namun dari beberapa versi ini, yang pasti dan tidak silang pendapat adalah kita menelisik lebih jauh lagi pada tradisi dewa-dewi Romawi Kuno, yang dipenuhi dengan mitos, legenda, bahkan penyembahan pada benda.
Umat Islam Merayakan Hari Valentine
Ditilik lebih dalam, perayaan hari Valentine di Indonesia yang terlanjur menjadi budaya, tidak serta merta dimaknai bahwa itu berasal dari tradisi non-Muslim. Juga tidak serta merta dapat dihukumi fiqih sebagai budaya yang tak Islami. Valentine bisa dilihat dari kacamata budaya dan substansinya, baru bisa dihukumi.
Jika harus dihukumi, Valentine diibaratkan sebuah HP. Tergantung kita dalam memanfaatkannya. Jika digunakan sebagai media berinteraksi sosial, itu boleh-boleh saja. Namun, jika sudah masuk sebagai media pencarian gosip misalnya, itu yang dilarang. Hari Valentine pun seperti itu, jika dirayakan dengan cara yang tidak melanggar agama, itu sah-sah saja. Seperti memberikan sembako pada orang yang kurang mampu, itu semua tergantung perilaku kita sendiri.
Secara historis, Islam sudah memiliki Hari valentine sendiri, yakni hari pembebasan kota Mekkah (Fathul Makkah). Nabi Muhammad SAW beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah ke Mekkah, lalu menguasai Mekkah tanpa pertumpahan darah. Keburukan dan kekasaran yang ditimpakan kepada Nabi dibalas dengan cinta dan kasih sayang. peristiwa ini terjadi pada tahun 630 M atau tepat pada 10 Ramadhan 8 H.
Nah, dari banyaknya paparan diatas, lantas bagaimana sikap remaja Islam menyikapi hari Valentine?
Sebagai remaja Islam yang berpengetahuan lebih, janganlah mengutuk Hari Valentine. Karena itu soal sejarah dan budaya bukan ajaran. Jika semakin viral, maka akan semakin ramai supermarket dengan remaja yang membeli pernak-pernik Valentine. Valentine hanya ibarat HP, yang harus kita fungsikan sebagaimana mestinya.
Selain itu, kita bisa menandingi perayaan hari Valentine dengan yang bermakna positif serta inspiratif. Dengan mengadakan kajian cinta menurut Jalaludin Rumi yang dikemas menarik. Dengan ini, budaya barat akan ter-filter menjadi budaya yang tak bertentangan dengan ajaran Islam.
Di Indonesia, ada Walisongo yang menyebarkan Islam melalui budaya jawa. Dalam praktiknya terlihat budaya Jawa murni, tetapi sesungguhnya telah di filter dan dimasukkan ajaran Islam di dalamnya, sehingga dengan mudah diterima oleh masyarkat. Jika sebagai remaja Islam di zaman now harus bisa mengubah hal yang dianggap negatif menjadi positif, kenapa tidak? [Firda]
KOMENTAR