gambar: www.alagraph.com |
Begitulah seorang kawan mengawali obrolannya terkait pemilu 2019 di warung kopi satu bulan lalu di Semarang. Ia menilai pola pendukung dua kubu yang sedang berkontestan di pemilu kali ini cenderung sarkas, saling cela, nyinyir dan saling fitnah. Hoaks dan fake news menjadi konsumsi yang terhindarkan.
Beragam berita bohong menjelang pemilu 2019 diprediksi akan semakin banyak melalui media sosial. Hoaks sengaja disebarluaskan oleh orang tak bertanggungjawab untuk memperkeruh suasana politik hari ini.
Dikutip dari detik.com, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) merilis ada 62 konten hoaks yang berkaitan dengan pemilu dalam rentan waktu antara Agustus hingga Desember 2018. Paling banyak hoaks teridentifikasi di bulan Desember 2018.
Setidaknya, ada beberapa berita hoaks yang terus disorot dan diblow up para politisi. Drama pemukulan Ratna Sarumpeat oleh oknum yang tak dikenal menjadi perbincangan yang sangat serius di salah satu kubu peserta pemilu. Isu pemukulan Ratna Sarumpeat terus dimanfaatkan para pendukungnya.
Hanum Rais, anak Amin Rais, yang berstatus dokter pun mempercayai kisah Ratna, bahwa ia telah dianiaya orang tak dikenal. Kenapa seorang Hanum mudah percaya? Bahkan Ia berani mengatakan di media sosialnya dan ramai di stasiun televisi kalau Ratna telah dikroyok hingga mukanya babak belur. Namun, setelah diselidiki, luka di wajah Ratna disebabkan bekas operasi plastik, bukan karena pemukulan.
Ditambah lagi, hoaks tujuh kontainer surat suara yang tercoblos. Politisi Demokrat, Andi Arif sempat membuat gaduh netizen lewat cuitannya tentang permintaan klarifikasi atas kabar 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos pada gambar Capres - Cawapres nomor-nomor di Tanjung Priok. Ternyata setelah diklarifikasi kabar itu tidak benar adanya.
Penulis menilai berita hoaks sengaja digulirkan di tengah-tengah masyarakat untuk melihat fanatisme pendukung pasangan masing-masing. Dalam kasus Ratna, pendukung Prabowo akan semakin membela mati-matian junjungannya. Meskipun setelah mereka tahu tim pemenangan Prabowo melakukan rekayasa, akan tetap setia.
Di samping itu juga, hoaks dapat membuat pola terhadap masyarakat dalam menangkap sesuatu. Orang tertarik memperhatikan sesuatu dan sering melihat objek yang sedang ia pikirkan itu hadir di mana-mana. Pikiran cenderung memperhatikan pola.
Dalam hal ini, saat pendukung oposisi secara sengaja membuat kegaduhan publik dengan membuat berita hoaks, masyarakat akan melihat satu pola bahwa itu adalah Prabowo. Sehingga Prabowo akan diperbincangkan di mana-mana, baik oleh kawan maupun lawan. Pada titik ini, secara permainan politik Prabowo lah yang diuntungkan, elektabilitasnya akan naik.
Selain itu, hoaks juga bisa membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap data akan rendah. Misalnya isu hoaks tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos, ternyata dinilai mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap integritas dan netralitas penyelenggara pemilu. Tentunya, hal ini sangat berbahaya.
Kemunculan Nurhadi-Aldo
Kehadiran pasangan Capres dan Cawapres fiktif Nurhadi-Aldo di tengah-tengah kegaduhan politik nasional seperti menjadi oaese di padang pasir. Akhir-akhir ini, pasangan fiktif Nurhadi-Aldo ramai diperbincangkan di jagat maya Indonesia.
Berbagai macam foto, meme, dan poster pasangan Nurhadi dan Aldo (Dildo) bertebaran di beranda media sosial. Pasangan nomor urut 10 ini diusung koalisi "Tronjal-Tronjol Maha Asik".
Kemunculan pasangan Capres-Cawapres fiktif Nurhadi dan Aldo menjadi perbincangan banyak kalangan. Ada yang menilai munculnya Nurhadi-Aldo sebagai parodi atas pola dan intrik politik dewasa ini. Dan ada pula yang menilai sebagai satir atas prilaku para politisi sekarang.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Kuskridho Ambardi memandang kemunculan Nurhadi-Aldo sebagai dagelan atas realitas politik hari ini yang dipenuhi intrik, hujatan dan bahkan fitnah. Dikatakan, dagelan tersebut dapat meregangkan ketegangan yang ditimbulkan akibat dampak Pilpres 2019.
Capres-cawapres fiktif Nurhadi dan Aldo membukakan ruang humor kepada masyarakat Indonesia. Di samping itu juga, parado tersebut bisa mengeluarkan sisi-sisi kemanusia yang semakin terkubur oleh kegaduhan politik belakangan ini.
Sedangkan menurut Silvanus Alvin, dosen di Universitas Bunda Mulia Jakarta melihat, kehadiran Nurhadi-Aldo merupakan bentuk satir politik atas pertarungan antara Jokowi dan Prabowo. Ia menilai fenomena pasangan tersebut sebagai bentuk pelarian masyarakat akibat perilaku yang ditampilkan elite politik.
Tentunya, kemunculan pasangan Nurhadi-Aldo tidaklah tanpa sebab. Ia hadir sebagai respon atas realitas politik yang sedang terjadi. Bila publik tertawa melihat unggahan di media sosial Capres-cawapres fiktif maka itu sah-sah saja. Namun, jika politikus yang tertawa, berarti mereka tidak paham bahwa satir tersebut memuat ironi atau kritik sosial di dalamnya.
Ia mencontohkan salah satu unggahan Nurhadi-Aldo tentang persoalan kemakmuran petani. Menurutnya, hal itu tidak boleh ditanggapi sebagai candaan saja. Melainkan sebagai bentuk sebuah kritik pada pemerintah maupun politikus saat ini yang kurang memerhatikan para petani.
Pesan satir yang disampaikan oleh Nurhadi-Aldo memang mengandung unsur humor. Kritik atau pesan yang dikemas dengan humor lebih menarik, dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Terlepas dari motif apa yang melatarbelakangi kemunculan Capres dan Cawapres fiktif, secara tak sadar kehadirannya telah menarik sisi kemanusiaan kita. Sehingga kita bisa tertawa dengan bebas di negeri ini. Semoga tawa ini tidak segera jadi tangis. Amin.[Solih]
KOMENTAR