Gambar: duapah.com |
Lebih 14 abad lalu, lahir seorang manusia yang memiliki pengaruh besar di dunia. Sampai saat ini, masyarakat dunia khususnya umat Islam masih mengenang bahkan merasakan sosok itu. Sosok yang menjadi panutan dan teladan di kalangan umat Islam. Dia lah Muhammad utusan Allah. Dalam buku The 100 Most Influential Persons in History karya Michael Hart, Nabi Muhammad menempati peringkat pertama sebagai orang yang berpengaruh dalam sejarah.
Dalam setiap hubungan sosial, baik itu dengan Allah (hablunminallah) atau manusia (hablunminannas), Rasulullah selalu menekankan etika, dalam Islam biasa disebut 'adab'. Setiap perkataan dan perbuatannya, Rasulullah selalu menjaga etika agar tidak menyakiti orang lain. Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan "beradablah baru kemudian belajar". Hal ini menunjukkan bahwa adab atau etika memiliki posisi yang lebih tinggi daripada ilmu.
Pernah terjadi perselisihan antara dua orang laki-laki di mana salah satu ibunya merupakan orang ajm (non Arab). Perselisihan yang terjadi sampai menghina ibu dari laki-laki itu. Rasulullah menganggap hal itu tidak pantas dilakukan dan merupakan sifat orang jahiliyah. Meskipun bukan orang Arab, bukan berarti boleh dihina dan dicela. Setiap manusia memiliki hak untuk menghormati dan dihormati.
Tidak hanya sekadar mengajarkan dan menasihati, Rasulullah juga mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari. Anas bin Malik mengatakan bahwa semasa hidup dengan Rasulullah, ia tidak pernah mendengar beliau berkata 'ah' atau pun menghina. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga mulut agar tidak berkata sembarangan sampai menyakiti perasaan. Karena perkataan yang sudah keluar dari mulut, tidak akan bisa masuk kembali. Rasulullah pernah berpesan "jangan katakan sesuatu yang membuatmu minta maaf di kemudian hari".
Apa yang terjadi pada masa Nabi itu, masih terjadi hingga saat ini. Banyak orang saling berselisih dan berdebat sampai mencela dan menghina satu sama lain. Menganggap keyakinannya yang paling benar dan menyalahkan lainnya. Tidak mau kalah dan tidak mau mendengar argumen orang lain. Bukankah sikap seperti itu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan Rasulullah.
Rasulullah selalu mengajarkan untuk bertutur halus dan bersikap lemah lembut dalam berkehidupan sosial. Namun, tidak sedikit umat Islam yang menganggap dirinya mengikuti Rasul (ittiba' Rasul), tapi tindakannya bertolak belakang dengannya. Hanya tampilan luarnya saja yang seolah-olah seperti mengikuti Rasulullah.
Era Digital
Di era digital seperti sekarang ini, menjaga perkataan tidak cukup hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Jika dulu ada pepatah mengatakan 'mulutmu harimaumu' sekarang bertambah 'jari-jarimu harimaumu'. Ungkapan perasaan dan pikiran sekarang tidak hanya keluar melalui mulut saja, tetapi juga melalui jari-jari yang nantinya tampil dalam bentuk tulisan di dunia maya.
Banyak perselisihan pendapat sampai menghina satu sama lain terjadi di dunia maya. Hatespeech (ujaran kebencian) dan celaan selalu ramai menghiasi dunia maya terutama di media sosial. Dunia maya menjelma menjadi arena baru beradu mulut. Bahkan perselisihan, perdebatan dan adu mulut di dunia maya terlihat lebih parah dibandingkan di dunia nyata.
Seperti kasus Ratna Sarumpaet lalu, yang mengaku dirinya dipukuli oleh oknum tertentu. Berita itu langsung tersebar luas di dunia maya dan menimbulkan banyak komentar dari warganet. Ada yang peduli dan ada pula yang mengaitkannya dengan politik. Selang beberapa hari, ternyata itu hanyalah hoaks. Komentar-komentar pedas dan celaan berbalik arah ke diri sendiri. Seperti senjata makan tuan. Hal ini dikarenakan perkataan yang sudah masuk dalam dunia maya akan cepat menyebar luas. Maka dari itu, menjaga perkataan - terutama di dunia maya - sangat urgen dilakukan.
Perselisihan argumen di dunia nyata mungkin saja bisa diatasi secara langsung. Berbeda dengan dunia maya yang hanya dunia semu. Hatespeech dan hoaks yang menyebar di dunia maya tidak mudah untuk diidentifikasi. Hal ini karena banyak akun abal-abal yang digunakan sebagai senjata untuk menjelekkan dan menjatuhkan nama baik orang lain.
Mengingat pesan Rasulullah, 'jangan sampai berkata yang dapat membuatmu minta maaf di kemudian hari'. Maksudnya supaya menjaga mulut dari perkataan-perkataan yang dapat berdampak penyesalan. Jadikan kasus Ratna di atas sebagai pelajaran untuk menjaga perkataan supaya tidak menyesal di kemudian hari.
Mulut diibaratkan seperti pedang. Jika tidak dijaga dan digunakan baik-baik, dapat menyakiti diri sendiri dan orang lain. Mengambil petikan hadis Nabi yang lain, 'hendaklah seseorang berkata yang baik-baik atau (jika tidak bisa) hendaknya diam'. [eL]
KOMENTAR