![]() |
Sumber: tabloid-desa.com |
"Berikanlah aku 1000 orang tua, maka akan aku cabut gunung semeru, dan berikanlah aku 10 pemuda, maka akan aku guncang dunia". Ir. Soekarno.
Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia ini menggambarkan betapa pentingnya peranan pemuda dalam rangka memajukan Indonesia setelah merdeka dari tangan penjajah.
Namun, pemuda yang seperti apa yang dimaksud Soekarno di atas? Jika melihat sejarahnya, sejak sebelum kemerdekaan pun, pemuda telah ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa yang sudah ratusan tahun dijajah kolonial. Dengan keyakinan dan perjuangan, akhirnya pemuda juga mampu menunjukkan taringnya di bumi pertiwi ini. Sehingga, tentunya pemuda yang dimaksudkan Soekarno bukanlah pemuda bermental tempe dan terbawa perasaan (baper).
Di masa-masa sebelum proklamasi kemerdekaan, pemuda juga telah menunjukkan peranannya sebagai salah satu tonggak Indonesia untuk memantapkan diri agar segera merdeka. Yakni dengan memaksa Soekarno untuk segera memproklamirkan kemerdekaan. Semangat yang berapi-api pemuda lah yang juga meyakinkan Soekarno untuk berani memerdekakan Indonesia, meski nyawa taruhannya.
Melihat era modern seperti sekarang, perjuangan apalagi yang semestinya dilakukan pemuda dengan semangat menggebunya? Tentu bukan hanya soal semangat saja, namun kualitas pemuda yang memiliki karakter yang kuat, memiliki jiwa nasionalisme tinggi, menguasai pengetahuan dan teknologi yang mumpuni, serta mampu bersaing di era global adalah kunci pemuda sekarang untuk ikut serta membangun sebuah perubahan terhadap bangsa untuk semakin maju.
Mampukah pemuda sekarang melakukan hal demikian? Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan usia produktif dengan range usia 16-30 tahun terbilang sangat tinggi, mencapai 24,5% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta jiwa. Dari sini, banyak yang memprediksi hal ini merupakan keuntungan besar bagi bangsa Indonesia untuk menikmati bonus demografi. Pastinya peranan pemuda di sini sangatlah diharapkan dan sebagai tantangan apakah pemuda Indonesia era sekarang benar-benar berkualitas atau masih tertinggal.
Pembangunan Indonesia dari Desa
Lahirnya Undang-undang Desa sejak tahun 2014 lalu telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga telah memberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengola potensi yang dimiliki desa tersebut guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Harapannya, dengan desa yang berkemajuan, seluruh wilayah di Indonesia mampu berkembang pesat dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia bukan hanya kotanya saja yang maju.
Setiap tahun, pemerintah telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar. Tahun 2015, sebesar Rp.20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp.208 juta. Tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp. 46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp.628 juta. Dan pada tahun 2017, Dana Desa meningkat dalam peraturan Presiden nomor 107 tahun 2017 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 ditetapkan sebesar Rp. 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp.800 juta. Kemudian Perlu kita ketahui, Dana desa yang diberikan pemerintah meningkat dari tahun sebelumnya.
Dengan anggaran dana yang begitu besar di setiap desa, semestinya bukan hanya soal infrastruktur saja untuk mendapatkan label maju. Namun juga pembangunan dalam bidang pemberdayaan, baik ekonomi, teknologi terbarukan, sumber daya manusia dan lain sebagainya. Di sanalah, pemuda Indonesia dari desa yang sudah kita ketahui bersama tidak sedikit yang telah menempuh studi di perguruan tinggi ditantang untuk membuat gagasan, ide kreatif dan pengembangan teknologi tepat guna untuk desa-desa di seluruh Indonesia.
Anomali yang Terjadi
Kenyataan yang terjadi kini, para pemuda desa yang telah lulus dari perguruan tinggi tidak serta merta kembali ke desa masing-masing. Mereka lebih memilih meniti karir di kota. Sebagian pemuda berpikiran bahwa hidup di perkotaan memiliki lebih banyak peluang kerja, serta ladang subur untuk mengembangkan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan.
Padahal, sesungguhnya desa menyimpan keragaman potensi melimpah. Jika dikembangkan dengan serius melalui riset mendalam, akan mampu menopang perekonomian desa. Belum lagi, pemerintah juga meluncurkan berbabagai macam program inovatif untuk membantu desa dalam mengembangkan potensi yang ada secara mandiri. Melalui program inovatif tersebut, desa diharapkan mampu mengatasi persoalan ekonomi, pembangunan serta peningkatan sumber daya manusia.
Namun, program-program tersebut belum dapat diserap secara maksimal karena terkendala sumber daya manusia. Perangkat desa sebagai aparatur negara, ada yang tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi modern yang begitu cepat. Kita masih menyaksikan dominasi generasi old yang tidak melek teknologi, memenuhi pemerintahan desa. Akibatnya, sering kali program yang dicanangkan pemerintah kurang berjalan secara maksimal. Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan biaya yang sangat mahal, seperti program desa berbasis digital.
Maka, sudah saatnya pemuda berpendidikan ikut andil dalam pembangunan desa. Desa bukan lagi menjadi sebuah paranoid yang harus dijauhi. Melainkan sebagai tempat untuk menyerap pengetahuan dan mengembankan kreativitas serta inovasi anak muda menuju perubahan yang lebih baik di tengah persaingan global.
Di era revolusi industri 4.0, pemuda bisa menuangkan ide kreatifnya melalui teknologi berbasis blogging. Mereka dapat mengeksplor potensi di desanya, baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan, atau pendidikan lewat jejaring madia daring. Apalagi pengguna internet di Indonesia, menurut hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), terus meningkat setiap tahunnya. Ini menjadi peluang besar.
Selain itu, sekarang budaya konsumsitif masyarakat semakin meningkat, hal ini dibuktikan semakin meluasnya jejaring Market Online. Tentunya dengan adanya hal ini, masyarakat dapat memanfaatkan sebagai media pemasaran produk-produk desa. Sekaligus melatih para pemuda untuk memulai usaha dari sekala yang kecil.
Untuk itu, Ibarat pohon, desa adalah akar dari negara. Tanpa akar yang kuat, pohon akan mudah tumbang oleh hempasan angin. Sudah selayaknya para pemuda memperkokoh dan membenahi desa-desa tempat asal mereka. Masihkah Anda merasa enggan pulang ke desa? [Aya]
KOMENTAR