Kebijakan kartu yang diterapkan UIN Walisongo dinilai sarat akan masalah oleh mahasiswa. Mulai kebijakan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), kartu parkir, hingga Kartu Jaminan Kesehatan (JKN) yang menjadi perbincangan hangat minggu ini.
Hal ini tidak lain karena kurangnya sosialisasi dan manajemen perencanaan yang tidak matang. Lalu, Begitu sulitkah sosialisasi?
Seperti halnya Kebijakan KTM, kebijakan tersebut masih saja tersendat karena proses pembuatannya begitu lama.
Padahal beberapa agenda yang ada di kampus selalu mempersyaratkan KTM. Misal, perlombaan orsenik, lomba lintas universitas, bahkan lomba internal di fakultas sendiri selalu mencantumkan KTM sebagai syarat perlombaan.
Entah hal itu telah menjadi tradisi di lingkungan kampus, atau memang manajemen administrasi UIN Walisongo yang buruk, pembuatan KTM dari tahun ke tahun tetap saja terlambat.
Jika dibandingkan dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Gunung Jati Bandung, UIN Walisongo tentu sangat lambat. Di UIN Jakarta, mahasiswa sudah bisa mendapatkan KTMnya tepat seusai pelaksanaan PBAK di kampus.
Pun di UIN Bandung, mahasiswanya hanya perlu menunggu selama satu minggu untuk mendapatkan KTM dari universitas.
Padahal, bila melihat jumlah mahasiswa, UIN Jakarta dan UIN Bandung tentu memiliki lebih banyak mahasiswa dibandingkan dengan UIN Walisongo. Lalu, apakah penyebab keterlambatan tersebut? Bukankah mahasiswa membayar UKT tepat pada waktunya?
Begitupula dengan hilangnya KTM yang menjadi momok mahasiswa hingga saat ini. Selain terkena 'omelan' biro akademik, mahasiswa juga dipersulit berbagai prosedur pembuatan KTM yang hilang. Mulai dari laporan kehilangan kepada kepolisian, hingga proses pembuatan KTM di bank yang lama.
Hal ini mengakibatkan mahasiswa malas untuk mengurusi di tengah kesibukan akan tugas perkuliahannya.
Tidak kalah menarik yang menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa dan dosen adalah kebijakan kartu parkir.
Selain untuk ketertiban, Penerapan kebijakan itu bertujuan agar kasus pencurian motor yang sering terjadi di kampus berkurang. Namun, hal itu hanya berjalan sebentar saja dan kasus pencurian masih saja terjadi di kampus.
Tidak sampai disitu, baru-baru ini UIN Walisongo juga mewajibkan mahasiswanya untuk mendaftar JKN.
Kebijakan itu sontak menjadi perbincangan karena mahasiswa menganggap hal itu semakin memberatkan. Terlebih dalam rincian UKT sudah ada anggaran dana kesehatan yang dialokasikan ke poliklinik.
Yang lebih miris lagi, UIN Walisongo mengancam mahasiswa yang tidak mendaftarkan JKN tidak bisa mengakses yudisium nilai. sehingga, mahasiswa baru yang ketakutan dengan ancaman ini berusaha mendaftar JKN di UIN Walisongo meski di luar daerah Jawa. Bijakkah hal ini? [Ayya]
KOMENTAR