![]() |
Ilutrasi: Geger negeriku makin menjadi-jadi, inikah kemuan kita ? dok. Internet |
Dewasa ini, isu perpecahan rakyat Indonesia semakin marak. Mulai dari ujaran kebencian pada akhir November 2016 (Kompas.com, 12/11/16), hingga isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan lainnya yang semakin memanas sejak beberapa minggu terakhir.
Tepatnya pada Sabtu siang, (16/09/17), puluhan masa yang mengatasnamakan anggota Laskar Merah Putih dan beberapa ormas lain menuntut pembubaran diskusi pengungkapan sejarah kebenaran 1965/1966 sebagai kebangkitan PKI di depan kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, (Merdeka.com, 19/09/17). Mereka yang menuntut pembubaran diskusi ini akhirnya bisa meredam setelah diskusi dilakukan secara publik dan disiarkan langsung via media sosial.
Setara Institute Herdadi, seperti yang dilansir oleh Kompas.com, (18/09/17), menyatakan bahwa masyarakat mesti sadar dan memahami isu kebangkitan PKI adalah sebagai cara untuk memecahbelah warga dan hanya menguntungkan pihak-pihak yang menggerakannya.
Tentu ada banyak pro dan kontra terkait kebenaran sesungguhnya tentang tragedi 65 ini. Namun yang dikhawatirkan adalah melonjaknya isu-isu yang secara tidak langsung mengajak ke kondisi yang terus memanas ini justru sengaja dibuat untuk kepentingan kelompok tertentu. Satu-persatu kelompok menyalahkan kelompok lain yang tidak sepaham dengan mereka, tak ada yang mau mengalah, semua saling menuduh dan menyalahkan satu sama lain meski tanpa data yang jelas.
Jika kondisi semacam ini terus berlanjut, maka dapat menjadikan Indonesia yang damai ini akan berubah menjadi negeri konflik. Apakah memang kita menginginkan hal yang demikian? Tidak bisakah isu seperti kebangkitan PKI ini dibahas dan dikuak dengan jalan yang demokratis dan musyawarah? Sehingga dapat meminimalisir damplak konflik yang akan terjadi kedepan.
Jangan Mau Dipolitisi
Banyak orang menyatakan bahwa isu-isu sekarang ini terjadi karena mendekati pemilihan presiden yang akan berlangsung di tahun 2019 nanti dan sengaja diangkat untuk kepentingan politik. Jika memang demikian, orang-orang yang melakukan hal itu sungguh tidak beretika dalam berpolitik.
Mereka melakukan segala cara dalam berpolitik yakni dengan mengangkat isu-isu sara dan tragedi masa lalu agar dapat menjatuhkan lawan politiknya. Penulis tidak ingin menuduh siapa yang melakukan ini semua. Namun yang jelas, sebagai warga negara, melihat dengan jelas apa yang dilakukan para politikus di Senayan secara terang-terangan berpolitik praktis dan membabi buta dengan mengeluarkan statemen-statemen yang bukan memikirkan kemajuan bangsa kedepan, namun mereka malah saling serang satu sama lain.
Pesan kepada politikus-politikus tersebut adalah sadarlah bahwa bangsa ini sudah jenuh dengan kemunduran dan konflik. Kalian yang diberi amanah oleh warga, berhentilah bermental Sengkuni. Hanya untuk kepentingan politis, apapun dilakukan, tanpa mempertimbangkan dampak-dampak di lini bawah. Salah satunya dampak perpecahan dan kemanusian.
Peran Kaum Terdidik
Dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat 1 menyatakan, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Sebagai orang yang terpelajar, yakni para akademisi, dan tokoh masyarakat, yang sejak Sekolah Dasar (SD) sampai masuk ke Perguruan Tinggi (PT) diberikan pemahaman tentang hal ini mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pemahaman tentang pancasila serta undang-undang dasar negara republik Indonesia secara komprehensif kepada masyarakat.
Kaum terdidik di sini memiliki tanggung jawab besar dalam menghadapi fenomena ini. Pemahaman berupa data-data komprehensif dan tanggung jawab ilmiah terkait apa yang sedang gaduh di tengah masyarakat sangat dinanti-nanti. Bukan malah ikut menggembosi isu-isu yang sedang marak dengan menuliskan ikut komentar-komentar di media sosial dan atau malah tidak peduli sama sekali.
Angka sarjana yang dilansir oleh Merdeka.com begitu fantastis, mengingat sarjana yang lulus dari PT di Indonesia berjumlah lebih dari 100 juta orang. Apabila mereka semua sadar akan tanggung jawab untuk mempertahankan kesatuan dan kesatuan negara, masyarakat tidak akan terpecah-belah dengan isu-isu sampah yang semakin mengrogoti kesatuan bangsa.
Penulis Teringat dengan Pesan Presiden pertama republik Indonesia, Soekarno. Sang Proklamator pernah mengatakan, "perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi, perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri."
Rasanya kalimat yang diucapkan Bung Karno tersebut, sekarang ini memang telah menjadi kenyataan. Siap atau pun tidak, anda akan menetukan nasib bangsa kita ke depan. Silahkan direnungkan. [Abdi]
KOMENTAR