Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus bersedia ikhlas menderita kehilangan kemerdekaan dirinya sendiri (Tan Malaka)
Revolusioner yang satu ini memang jarang terdengar di buku sejarah sekolah-an, entah karena disembunyikan atau memang mereka tidak tahu akan perjuangannya dalam memerdekakan Indonesia.
Dengan buku yang ditulis oleh Badruddin ini mungkin akan memberi pengetahuan akan perjuangan sang revolusioner untuk memerdekakan Indonesia hingga ia sering keluar masuk penjara dan menjalani pengasingan ke negara lain.
Sosok bernama lengkap Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka ini lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1987. Tan sendiri, seorang tokoh yang banyak membaca karya pemikir-pemikir kiri seperti, Nietcze, Karl Marx, Engel, dan Lenin yang nantinya banyak mempengaruhi pemikiran Tan dalam melihat fenomena yang ada di Indonesia.
Walaupun ia sangat mengagumi dan banyak mereflesikan gaya pemikiran mereka, Tan tidak pernha menelan mentah-mentah apa yang mereka teorikan, dan kadang ia juga mengkritik beberapa pemikiran mereka. Tan pernah mengkritik pemikiran Nietcze yang dirasa terlalu fokus terhadap satu bangsa saja dan hanya berorientasi pada golongan yang istimewa, yakni bangsa ningrat (Tan Malaka: 2014, hlm 45).
Kegiatannya berbaur dengan para petani dan mengajar anak-anak membuat penjajah geram hingga Tan sering dipenjarakan selama beberapa hari dan ditangkap ketika sedang mengajar atau berkumpul dengan para petani.
Tak hanya itu, karena dianggap membahayakan pemerintahan kolonial, Tan sering diasingkan ke negara lain dan sulit berada di Indonesia. Ia akhirnya lebih sering menyamar menjadi orang lain daripada memakai identitas aslinya.
Sosok Tan yang selalu berada di balik layar juga membuat dirinya tidak begitu dikenal, namun jasa yang ia berikan untuk Indonesia begitu luar biasa. Bahkan Soekarno sendiri sering membaca karya-karya Tan yang banyak menginspirasi dirinya. Dalam kesaksian Sayuti Melik, bahwa bung Karno yang saat itu menjadi pimpinan klub Debat Bandung dan Ir. Anwari sering terlihat menenteng dan mencoret-coret buku Massa Active. Bahkan Bung Karno pernah diseret ke meja persidangan Belanda lantaran menhyimpan buku terlarang tersebut (Badruddin: 2104, hal 15).
Akhirnya, Tan diasingkan untuk selama-lamya. ia ditembak oleh tentara republik dan di makamkan di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur pada 1949.
Kepada VoA di akhir buku, Hary Poeze mengatakan, kisah Tan Malaka merupakan satu babak sejarah Indonesia yang hilang, karena ditutup rapat-rapat oleh rezim orde baru. "Saya senang bisa membuka tabir misteri kematian Tan Malaka", Kata Hary Poeze. [Abdi]
KOMENTAR