Ketika orang-orang asik membawa dan menggunakan Smartphone kesayangannya, baik saat sendirian maupun sedang bersama-sama, di jalan, di meja makan, di pengajian, di kamar mandi atau dimanapun itu, namun ketika berbicara permasalahan sosial seperti semakin hilangnya interaksi sosial, hedonisme, individualisme dan lainnya yang dianggap kontra dan anti sosial, orang-orang selalu beralasan bahwa hal tersebut dilatarbelakangi banyak faktor negatif. Salah satu faktor terbesarnya adalah kemajuan teknologi, dimana teknologi seperti Smartphone yang fitur dan aplikasi di dalamnya yang semakin menarik telah menghipnotis, meracuni dan membuat orang-orang melupakan pentingnya berinteraksi atau bersosial. Ya, selalu saja hal tersebut yang diungkapkan.
Banyak orang begitu suka mengkritik masyarakat saat ini. Bagi penulis, orang-orang tersebut seakan begitu membanggakan romantisme masa lalunya, sehingga sering membuat kita merasa begitu buruk tentang saat ini. Mereka berbicara bahwa masa lalu selalu lebih baik dan suci. Dan di era milenia seperti sekarang, di mana smartphone ada di mana-mana, secara spontan langsung menyalahkannya atas beberapa masalah sosial yang ada di masyarakat.
Tentu saja sebuah alasan yang sah-sah saja saat hal tersebut dipakai sebagai perenungan atas penggunaan teknologi yang kurang tepat dan mengkritik perilaku yang buruk. Namun jika langsung menyalahkan teknologi sebagai penyebab utama masalah sosial belakangan ini sangatlah kurang cocok bahkan hanya asal bunyi saja.
Jika melihat kenyataan, seperti dalam berinternet, InternetLiveStats mencatat, terdapat 53,236,719 orang Indonesia aktif berinternet di tahun 2016 dan selalu meningkat jumlahnya di setiap tahunnya. Apalagi jika melihat belakangan ini, ketika google dan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dan lainnya terus mengembangkan fiturnya, agar orang-orang semakin nyaman dengan perangkatnya dan membuat penggunanya meningkat, para kritikus semakin kebingungan. Akhirnya mereka pun ikut membuat akun, lalu melanjutkan kritikannya yang dulunya melalui cerita, sekarang menuliskannya di dinding jejaringnya.
Menyalahkan teknologi sebagai akar masalah sosial khususnya dalam berinteraksi seperti sekarang, menjadi hal yang begitu naif dalam realitanya. Sebagai contoh, ketika sedang berkumpul dan ngobrol, ada salah satu orang yang meninggalkan fokus pembicaraan untuk membalas sebuah chat, beberapa orang langsung menyalahkan dan merebut gadgednya. Atau saat melihat orang yang sedang selfi, banyak yang mencela bahwa orang tersebut narsis, sok, dan lainnya. Padahal secara tidak sadar dan sangat munafik, mereka sendiri pun melakukan hal yang sama. Mungkin memang chat tersebut sangatlah penting dan harus segera dijawab. Soal mencibir orang selfi, mereka pun begitu senang saat melihat hasil foto selfi di Instagram.
Bagi sebagian orang, kemajuan teknologi seperti sekarang begitu diidamkan. Karena bagi yang butuh akses cepat mencari informasi dan tidak membutuhkan biaya banyak sangatlah dinantikan, atau bagi yang merasa hidupnya kesepian, ia tidak lagi kesepian karena adanya fitur-fitur menarik dan mudahnya komunikasi jarak jauh sehingga mengurangi kesepian yang menyakitkan.
Penulis memaknai kemajuan teknologi khususnya smartphone adalah sebagai medium dan alat komunikasi terbarukan yang memudahkan. Jika tentang lahirnya problem-ploblem sosial yang ada di tengah masyarakat kita, patutlah untuk tidak langsung menyalahkan teknologi yang sangat urgen seperti sekarang. Siapa yang anti pada teknologi maka ia akan menjadi terbelakang karena banyaknya hal yang hadir di dalam teknologi tersebut. Anti bukanlah solusi dalam hal ini.
Jika memang terjadi problem sosial seperti yang dihawatirkan layaknya individualisme, hilangnya interaksi antar sesama di masyarakat dan sejenisnya, bagi penulis, ini adalah perkara seberapa dewasakah kita sebagai anak zaman. Di era dimana ribuan sarjana diwisuda setiap tahun di hanya satu kampus dari sekian ribu kampus di Indonesia, tentu dapat dikatakan bahwa kita bukanlah masyarakat bodoh atau masyarakat zaman batu. Mengenai penyikapan atas penggunaan teknologi yang kurang tepat atau perilaku buruk berteknologi semestinya ialah tentang segerombolan manusia yang berjiwa tertutup dan tidak memiliki visi bersosial.
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan informasi dan teknologi telah sangat membantu kita dalam memudahkan hal-hal yang dulunya begitu sulit dan tidak mungkin menjadi hal yang memungkinkan. Tentu, kita tidak menginginkan zaman seperti demikian. Hanya ingin menanyakan kabar haruslah menanti hingga seminggu bahkan sebulan, menginginkan sesuatu atau ingin membeli sesuatu tidak harus mencari keliling daerah dari pagi hingga malan yang juga menghabiskan banyak biaya, memiliki album foto harus mencuci dan menjemurnya dan itupun belum tentu hasilnya sesuai yang diharapakan, tidak tahu dimana orang-orang sedang bahagia berada dan lain sebagainya. Stop menyalahkan teknologi sebagai penyebab masalah sosial. Kita manusia, kita masih sadar bahwa kita bukanlah robot. Semestinya paham betul bagaimana menjalankan roda sosial itu sendiri. -ka-
KOMENTAR