Ilustrasi: Islam |
Belakangan ini, terdapat golongan yang sedang marak memperlihatkan eksistensinya, yakni mereka yang biasa disebut sebagai kaum radikal yang dikhawatirkan dapat merusak citra Islam dan mengancam kedaulatan negara. Kaum radikal ini biasanya cenderung kurang toleran dalam keyakinan beragama. Mereka menginginkan melakukan perubahan sosial maupun politik untuk menggapai kepentingannya dengan jalan yang instan dan cukup ekstrim, bahkan terkadang membuat teror yang meresahkan.
Sifat keras yang ada dalam diri mereka tersebut dikarenakan fanatisme keyakinan agamanya, sehingga mereka menganggap merekalah yang paling benar sendiri. Hal tersebutlah yang sering mengakibatkan konflik antaragama atau keyakinan di masyarakat.
Konflik umat beragama sebenarnya tidak hanya baru-baru ini saja. Namun sudah terjadi sejak zaman lampau (1095-1291), pada saat itu terjadinya Perang Salib yaitu perang antara umat Kristiani dengan umat Muslim, mereka saling berebut Yerusallem dan Tanah Suci. Dalam konteks sosial Perang Salib ini merupakan konflik agama terbesar saat itu.
Di Indonesia sendiri, perbedaan paham sudah terjadi di era kemerdekaan, yakni menjadikan Indonesia negara Islam ataukah negara kesatuan (Bhinneka Tunggal Ika). Namun, karena hanya sedikit yang mendukung negara Islam, para Founding Fathers memilih negara kesatuan. Sakit hati tidak terelakkan. Mungkin hal itu juga sebagai akar yang terus menyebar hingga sekarang bagi mereka yang fanatik terhadap agama (radikal).
Aksi-aksi yang dilakukan, mereka menganggapnya sebagai jihad. Karena mereka yang ditentang atau diperangi dianggap tidak berada dijalan Allah. Meskipun banyak yang menganggap bahwa aksi mereka tersebut tidak mencerminkan Islam yang rahmatan lilalamin, intoleran, pemaknaan jihad yang sempit, juga telah melanggar HAM.
Di Indonesia, Kelompok Islam yang terkenal toleran ialah Nahdhlatul Ulama (NU). NU sebagai Islam yang moderat menganggap jihad tidak mulu tentang perang. Namun jalan jihad yang ramah inilah sebanarnya yang melambangkan Islam. Maka di sinilah timbul pertanyaan, apakah yang dilakukakan kaum radikal itu benar-benar dikatakan ‘jihad’? Atau malah akan memperburuk citra Islam? Lalu, bagaimana dulu ketika Rasulullah berjihad?
Di zaman Nabi, beliau sangatlah pemurah dan toleran terhadap non-muslim, beliau tidak pernah memaksakan orang non-muslim untuk masuk Islam. Apa lagi dengan cara kekerasan. Bahkan yang terjadi sebaliknya, ketika nabi berjihad, berjuang untuk agama Allah, meski beliau dicaci-maki, dihina, diludahi, akan tetapi nabi malah mendoakannya. Nabi dalam menyampaikan ajaran Islam terlihat anti terhadap kekerasan seperti yang dilakukan kaum jihadis yang ada sekarang.
Contoh lain, ketika melihat kisah Suraqah saat Nabi hendak berhijrah, Suraqah mengikuti di belakangnya, sambil membawa pedang untuk membunuh Nabi. Hal tersebut dilakukan hanya untuk mendapatkan sebuah imbalan. Ketika Suraqah sudah dekat Nabi, dia terjatuh. Akan tetapi, yang terjadi Nabi malah menolongnya. Padahal Nabi mengetahui bahwa beliau akan dibunuh Suraqah tersebut.
Islam di Indonesia
Di Indonesia, Islam menjadi agama dengan pemeluk terbanyak di Dunia. Meski di Indonesia sendiri bukanlah negara yang berasaskan agama, yakni negara plural. Bukan Negara yang dikuasai suatu golongan, namun terdiri dari berbagai suku, ras, budaya. Islam di sini pun, menurut tokoh-tokoh besar seperti Gus Dur, Gus Mus dan lainnya selalu mengatakan bahwa, “Saya orang Indonesia yang beragama Islam” bukan “Saya orang Islam yang berada di Indonesia”. Sehingga, Islam terlihat sebagai jalan spiritual hamba kepada tuhan dan Indonesia sebagai tanah yang disyukuri. Karena, negara yang dari dulunya plural, Islam tidak dapat memaksakan untuk mengislamkan Indonesia.
Sedang Islam radikal yang semakin gencar bersuara seperti sekarang dan terlihat fanatis atau kurang toleran ini sangat layak untuk diwaspadai. Karena fanatisme buta tersebut dihawatirkan akan mengancam kerukunan yang ada dan bahkan sering terjadi chaos (kerusuhan), seperti halnya yang terjadi di Timur Tengah. Mereka yang fanatik sering lupa akan kebijaksanaan, sehingga malah memaksakan kehendak mereka sendiri.
Seperti yang kita tahu, adanya kelompok teror yang meresahkan dan menginginkan pendirian Negara Islam Suriah, yakni Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Namun jalan yang mereka gunakan malah dengan cara kekerasan, pengeboman di mana-mana, anak kecil yang tidak tahu-menahu pun ikut menjadi korban. Hal ini sangat mencoreng wajah Islam itu sendiri. Sangat jauh dari apa yang diajarkan Nabi, yakni Islam yang rahmatan lil alamin.
Bagi kaum radikal, mereka mengklaim bahwa Muslim yang Islamnya toleran, dikhawatirkan bisa menyebabkan kurangnya iman dalam hal bertauhid. Misalnya mereka yang sering bergaul dengan orang non-muslim, sehingga mereka tidak tahu batasan mereka ketika bergaul dengan non-Muslim atau mereka menyebutnya mendekati kafir dan bahaya Syirik.
Mengejawantahkan Islam
Gus Dur pernah mengatakan bahwa, "Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, mereka tidak pernah tanya apa agamamu itu".
Di Indonesia sendiri, meski masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam. Namun dalam hal pemaksaan keyakinan sangatlah sulit terjadi. Sebab para Ulama Nusantara selain mementingkan agama, juga mementingkan kerukunan antarmanusia meskipun beda agama dan keyakinan. Seandainya orang muslim takut berkurang imannya atau bahkan sampai dipaksa untuk masuk agama lain, tentunya ada banyak faktor yang melatarbelakangi, seperti citra Islam yang sebelumnya ramah, dirusak sendiri oleh internal islam (ulama) kurang mengayomi dan menunjukkan jalan atau kaum radikal. Terkadang juga karena masyarakat yang masih awam lalu ikut-ikutan, sehingga yang terjadi kesalahpahaman.
Untuk wilayah Indonesia, Islam seperti yang dipesankan oleh Gus Dur bahwa islam itu tidak perlu diformalkan. Yang terpenting bagi Islam yakni ajarannya yang islami dapat diejawantahkan ke masyarakat luas, yaitu dengan menunjukkan akhlak yang baik, saling menolong serta toleran.
Dan pada kenyataanya, selama ini juga, Indonesia masih rukun antar agama atau kelompok walaupun sering konflik sesaat, akan tetapi akan segera damai lagi. Problem radikal dan fanatisme memang berbahaya. Seandainya suatu saat nanti, kaum radikal dapat memenangkan kepentingannya, apa yang akan terjadi? Tentu kita tidak menginginkan kerusuhan dan pertengkaran sesama makhluk Tuhan. Sekali lagi, sebagai Muslim, bijaksanalah. Pelajari ilmu agama lebih, jangan mudah mengkafirkan dan jangan rusak wajah Islam yang Islami. (Istikomah)
KOMENTAR