Semarang, IDEApers.com - Hasil jajak pendapat yang dilakukan kru el-Manhaj pada akhir November 2016 kepada 100 mahasiswa UIN Walisongo, menunjukkan bahwa 53,8 persen mahasiswa mengaku jika selama ini tidak tahu mengenai sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah diterapkan di UIN Walisongo.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi semester satu, Aulia Rizki pun mengaku, sejak ia menjadi mahasiswa UIN Walisongo tidak pernah mendapatkan sosialisai perihal sistem UKT. Aulia justru mengatakan, ia tahu sistem UKT setelah bertanya kepada mahasiswa senior. "Saya enggak tahu apa itu UKT, jadinya saya bertanya-tanya ke mahasiswa senior," ujar Aulia saat diwawancarai kru el-Manhaj Januari lalu.
Penerapan UKT di UIN Walisongo, Kata Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK), Imam Taufiq, sudah disosialisakan sejak pertama kali diberlakukan pada mahasiswa angkatan 2013. Penghitungan besaran UKT berdasarkan kebutuhan mahasiswa selama delapan semester, jumlah biaya tersebut kemudian menjadi satu dan pembayarannya dibagi selama per semester.
"Semua kebutuhan mahasiswa digabung menjadi satu, kemudian dibagi delapan semester. Makanya ada unsur SPP, majalah, internet, dan termasuk biaya praktik-praktik. Nah, dengan seperti ini akan lebih mudah dan sederhana," ujar Imam Taufiq ketika diwawancarai di kediamannya, Perumahan Bank Niaga, Ngaliyan Semarang.
Saat ditemui di tempat berbeda Kepala Biro Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan (AUPK), Priyono, mengatakan UKT mahasiswa tersebut dihitung berdasarkan pada biaya-biaya yang terkait dengan kuliah mahasiswa, seperti biaya SPP, PPL, KKL, KKN, UKM, dan biaya perpustakaan.
Melonjak Tinggi
Jumlah besaran UKT mahasiswa angkatan 2016 telah menimbulkan ketegangan di kalangan mahasiswa dan rektor. Mahasiswa menganggap bahwa jika UKT yang ditetapkan kampus sangatlah mahal dan tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga serta salah sasaran. Bahkan ada mahasiswa yang gagal kuliah di UIN Walisongo, seperti yang dialami Rusman, calon mahasiswa asal Riau, yang kini memilih kuliah di IAIN Salatiga.
Berbagai reaksi penolakan turut dilakukan, mulai dari melakukan audiensi, menebar spanduk, dan tulisan penolakan UKT. Hingga puncaknya mahasiswa baru menggelar aksi demonstrasi pada saat Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) (IDEApers.com, 24/08/16).
Hasil jajak pendapat yang dilakukan kru el-Manhaj pun menghasilkan jawaban bahwa mahasiswa angkatan 2016, 79,1 persen mengatakan penggolongan UKT UIN Walisongo belum tepat sasaran.
Aulia Rizki mengatakan jika UKT yang diterimanya tidak sesuai kemampuan ekonomi keluarga, ia mendapatkan UKT sebesar 2.492.000 rupiah. Dengan besaran UKT-nya, kata Aulia, keluarga merasa sangat keberatan karena pendapatan keluarga tidak bisa menjangkaunya. "Saya sekeluarga merasa sangat keberatan (dengan UKT). Apalagi seiring berjalannya kuliah, keluarga saya mengalami penurunan pendapatan," ujarnya.
Mahasiswa FUHum, Muhammad Misbahul Munir, mengatakan bahwa pihak kampus belum mempunyai peraturan yang jelas tentang penggolongan UKT Hal itu dilihat dengan banyaknya mahasiswa yang mengeluh. "Kalau sudah ada peraturan yang bagus tentu enggak ada keluhan. Tapi Ini mahasiswa 2016 banyak yang keberatan dengan UKT-nya. Ini kan gara-gara peraturannya saja yang belum ketemu," ungkap mahasiswa angkatan 2013 itu.
Adanya kenaikan UKT juga dirasakan mahasiswa FUHum 2016, Asih. Ia mengatakan selisih besaran UKT yang dibebankan angkatan 2016 sangat besar bila dibandingkan angkat-angkatan sebelumnya. "Angkatan sebelumnya paling besar UKT-nya enggak sampai dua juta. Lah sekarang nyampai tiga jutaan," jelasnya.
Secara fasilitas dan pelayanan, kata Asih, tidak ada perbedaan yang mencolok dengan angkatan sebelumnya. Ia tidak tahu UKT digunakan untuk kebutuhan apa saja. "Fasilitasnya juga enggak beda dengan angkatan sebelum saya," ungkap mahasiswa jurusan Tafsir Hadis (TH) ini.
Sementara itu, Imam Taufiq, justru menyangkal jika pihak kampus menaikkan UKT 2016. Ia menganggap jika yang dilakukan pihak kampus adalah bentuk penyelarasan. "UKT tidak naik, hanya diselaraskan," katanya.
Lebih lanjut Imam Taufiq, mengatakan jika penentuan UKT tidak bisa dilakukan sembarangan, ada rumus-rumus dalam penetapannya. Salah satunya dengan melihat konteks kebutuhan lingkungan, melihat kesetaraan UKT di perguruan tinggi lain, dan sebagainya.
Penentuan besaran UKT pun menggunakan angka prediksi, bukan angka saat ini. seperti, biaya PPL, KKL, dan KKN, telah ditentukan mulai sekarang. Jika prediksinya salah, maka akan terjadi seperti Sebelumnya, para dosen akan terpaksa melakukan penarikan biaya tambahan. "UKT kemarin yang angkanya tidak setinggi sekarang, saat ini para kepala jurusan belepotan mengelola biaya yang ada," imbuhnya.
Agar tidak terjadi kesalahan, pengusulan UKT telah dilakukan setahun sebelumnya. Dimulai dari rapat antara dekan dan kepala jurusan untuk menentukan nominal yang dibutuhkan. Disertai dengan pertanggungjawaban setiap nominalnya. Kemudian rektor memberikan Surat Keputusan (SK), dan keputusan terakhir berada ditangan KMA (Keputusan Menteri Agama).
"Tapi untuk tahun ini pengajuan dipercepat dan ditargetkan sebelum SNMPTN sudah keluar. Sehinnga mahasiswa yang akan masuk sudah tahu setiap jurusan dan besaran UKT-nya. Tidak ada lagi alasan untuk banding," pungkasnya. [Rep. Ainun, Ali / Red. Tirta]
KOMENTAR