"Pertanyaan adalah separuh kebenaran" Begitulah pernyataan yang di kutip Gus Dur dari Filsuf Yunani, Plato, dalam salah satu artikelnya, di buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Kenapa Gus Dur mengutip pernyataan tersebut? Tentu alasan tepatnya hanya Gus Dur yang tahu. Namun bagi penulis, kutipan tersebut memberikan sebuah gambaran tentang fenomena ‘pertanyaan’ atau ‘bertanya’.
Sebagai mahasiswa, tentu sering mengikuti sebuah diskusi, baik di kelas maupun di luar forum. Setelah pembicara selesai presentasi, moderator dengan sigap mengatakan kepada peserta diskusi: "Apakah ada pertanyaan?"
Ternyata, walaupun moderator sudah mempersilahkan audience untuk bertanya, hanya beberapa gelintir peserta yang mengajukan pertanyaan. Bahkan kadang tidak ada satu pun yang bertanya.
Kalau kita mengacu pada kutipan di atas, tidak mengherankan jika banyak peserta diskusi yang tidak mengajukan pertanyaan. Karena pertanyaan adalah separuh kebenaran, maka mengajukan pertanyaan sebenarnya sama susahnya dengan menyatakan jawaban (baca: kebenaran). Bahkan bisa jadi mengajukan sebuah pertanyaan lebih sulit dari pada mengungapkan kebenaran. Bukankah pertanyaan yang benar itu adalah kunci dari jawaban yang benar?
Dulu kala ada seorang Filsuf Yunani, yang bernama Socrates, dia mengaku sebagai bidan kebenaran, bukan pembawa kebenaran. Socrates adalah gurunya Plato. Ia mempunyai kebiasaan jalan-jalan ke pasar dan bertanya, sekaligus mempertanyakan kebiasaan dan keyakinan masyarakat waktu itu. Misalnya, dia mempertanyakan tentang apa itu keadilan, kebahagiaan, dan yang lainnya. Kelak hobi Socrates ini, disebut sebagai metode dialog, bahkan dalam salah satu tulisannya, Plato menganggap metode dialog adalah metode paling baik untuk mengungkap kebenaran.
Lalu, apa peran pertanyaan dalam hidup ini? Dalam film Da Vinci’s Demons, terdapat percakapan yang menarik antara Andrea dan Leonardo Da Vinci. Waktu Da Vinci berusaha memecahkan misteri ‘the book of leaves’, Andrea sebagai gurunya khawatir dan menasehati Da Vinci, bahwa pertanyaan yang berusaha dipecahkannya akan menimbulkan pertanyaan baru. "Jika di dunia ini sudah tidak ada pertanyaan yang harus dipecahkan lagi, maka itulah penderitaan yang sebenaranya". Begitulah jawaban Da Vinci atas nasehat gurunya.
Da Vinci mendapat gelar ‘Genius Universal’. Dia mengusai banyak ilmu dan keterampilan, mulai dari melukis, arsitektur, bahkan dia dianggap sebagai penemu helikopter pertama. Mengapa Da Vinci sehebat itu, karena dia selalu bertanya dan menanyakan.
Salah satu guru penulis juga mengatakan, bahwa artikel yang baik itu menjawab sebuah pertanyaan. Bagi yang kesulitan membuat artikel, silahkan buat pertanyaan terlebih dahulu. Karya-karya ilmiah yang lain (skripsi, tesis, disertasi, artikel jurnal) juga intinya menjawab pertanyaan, dan menjawab pertanyaan ada setelah adanya pertanyaan. Jangan-jangan mahasiswa-mahasiswa yang kesulitan membuat skripsi, problemnya adalah tidak terbiasa bertanya? Atau tak punya keberanian bertanya? Sungguh menderita, bukan? [Za]
KOMENTAR