Dahulu, di era penjajahan Belanda, kota Semarang sempat dijuluki sebagai Venesia van Java, karena lokus geografisnya yang hampir mirip dengan kota Venesia di Italia, yang kaya akan sungai. Julukan tersebut sepertinya hanya layak diberikan pada masa lampau saja. Jika membandingkan sungai di Semarang dan di Venesia, tentu sangat jauh dari yang dibayangkan. Kota Sungai sekarang berubah menjadi kota industri yang sarat akan nuansa keangkuhan.
Penulis sering membayangkan sungai di Banjir Kanal dan
di daerah Kota Lama Semarang menjadi area wisata yang dihiasi dengan adanya perahu-perahu wisata yang memancarkan kerlip cahaya lampu dimalam hari. Wisatawan akan merasa senang mengelilingi sungai, dan di sekitar sungai terdapat
tempat kuliner khas kota Semarang yang disusun rapi dan nyaman. Sebuah bayangan
dan impian yang entah kapan bisa terealisasikan.
Nampaknya bayangan dan impian tersebut masih terlalu jauh. Alih-alih nyata terjadi, saat ini, untuk membuat sungai di Semarang menjadi bersih dan nyaman saja seakan sulit. Mengapa demikian? Belum ada perhatian khusus akan manfaat sungai sebagai bagian dari kehidupan dan harta yang dimiliki Kota Semarang menjadi penyebabnya.
Nampaknya bayangan dan impian tersebut masih terlalu jauh. Alih-alih nyata terjadi, saat ini, untuk membuat sungai di Semarang menjadi bersih dan nyaman saja seakan sulit. Mengapa demikian? Belum ada perhatian khusus akan manfaat sungai sebagai bagian dari kehidupan dan harta yang dimiliki Kota Semarang menjadi penyebabnya.
Fungsi sungai dianggap masih sebatas menjadi tempat
mengalirnya air agar tidak banjir. Lebih ironis lagi ketika sungai dijadikan
tempat sampah, dan menimbulkan bau yang menyengat saat kita lewat. Belum lagi
banjir rob air laut melalui sungai, yang meresahkan siapa saja yang melewati
jalan Semarang-Demak. Wajah sungai di kota ini kian tragis setiap harinya.
Kesadaran,
Konsep, dan Usaha
Tahun 2015 lalu, Semarang menjadi tuan rumah Kongres
Sungai. Ini membuktikan bahwa kota ini masih mendapat pengakuan sebagai kota
yang tidak dapat dipisahkan dengan sungai sebagai bagian dari jantung kotanya.
Tanpa menafikan pengakuan tersebut, sudah saatnya Semarang bangkit untuk kembali
mengelola sungainya.
Pemerintah Kota Semarang sebagai motor penggerak sebuah
konsepsi, patut mempertimbangkan kembali keberadaan sungai sebagai urgen agenda, agar Semarang semakin “setara”.
Dibarengi pula dengan kampanye dan gerakan bersih sungai kepada masyarakat
bantaran sungai. Kemudian, pendidikan tentang sungai bagi generasi muda
Semarang pun tampaknya perlu diterapkan.
Selanjutnya, sungai yang sudah bersih, dan terkelola
dengan baik, diramu dengan ide-ide inovatif untuk membantu menyukseskan
kampanye Jateng Gayeng yang
berjalan stagnan. Penulis
yakin, pemuda Semarang tidak kalah kreatif dengan pemuda di kota lain. Seperti
mengadakan event rutinan dengan latar sungai dan infrastuktur kreatif
yang membuat warga betah singgah di sungai-sungai di Kota Semarang.
Tak luput pula untuk menciptakan daerah yang aman dari
kejahatan. Sebab, tingkat kriminalitas di bantaran sungai Kota Semarang masih cukup
tinggi. Setelah memiliki konsep yang jelas, tentunya diperlukan usaha yang kontinu,
sebuah usaha berbenah dan berubah. Jika hanya sebatas konsep pun tidak ada
gunanya. Intensitas kordinasi dan gotong royong dari berbagai pihaklah yang
paling menentukan hal yang diidamkan akan terealisasi. Bukankah demikian?
Belajar dari
Venesia
Venesia, kota yang terkenal dengan “Gondola Cinta” nan
romantis, yang sering dijadikan inspirasi di novel dan cerpen ini, memang
tersohor akan keelokan wisata sungainya yang membius mata wisatawan dari
mancanegara. Meski memiliki banyak sungai dan sangat dekat dengan laut, namun
kebersihan dan kenyamanan kota ini tak lagi dipertanyakan.
Terdapat pula ruko kuliner yang berjejer rapi dan
nyaman, dengan pemandangan sungai dan gondola hias yang melewati jalur sungai
tersebut. Bus-bus wisata pun selalu siap menunggu wisatawan yang telah puas berkeliling
dengan perahu. Dari sana, roda ekonomi masyarakat dan daerah semakin sejahtera,
juga nama kota tersebut benar-benar dikagumi oleh siapa saja yang pernah
mengunjunginya.
Venesia pernah diramalkan akan tenggelam oleh air laut,
pemerintah kota pun mengupayakan agar ramalan tersebut tidak terjadi. Buktinya,
Venesia masih indah dan menjadi destinasi impian wisatawan mancanegara hingga
sekarang.
Memang bukan hal mudah jika ingin menjadi seperti
kota-kota di luar negeri yang begitu menawan dan menghipnotis mata. Butuh waktu
lama untuk menyadarkan masyarakat akan cara untuk mengetahui dan mengambil
sebuah kesempatan untuk kelangsungan roda ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Kemudian, butuh konsepsi yang kreatif, inovatif, dan
terarah jika ingin merealisasikannya. Tidak luput pula pemerintah
harus benar-benar peduli dan memiliki keinginan untuk menjaga dan merawat
lingkungan (sungai). Hal itu disertai dengan keinginan untuk menciptakan sebuah karya dengan memanfaatkan
sungai menjadi tempat wisata idaman. Dengan demikian pemerintah akan mamapu menciptakan peluang usaha sehingga mengurangi pengangguran, dan kelestarian alam pun akan tetap terjaga.
Tidak ada salahnya kota Semarang mencoba merenungi
lagi sebutan Venesia van Java, lalu
merealisasikannya dengan perubahan yang nyata. Harapannya Kota Semarang akan
menjadi salah satu kota primadona negeri. Begitu.
---
Penulis; Anissa Gina Nazda
(Mahasiswi jurusan Tadris Bahasa Inggris UIN Walisongo Semarang)
---
Penulis; Anissa Gina Nazda
(Mahasiswi jurusan Tadris Bahasa Inggris UIN Walisongo Semarang)
KOMENTAR