Judul buku: Bayang-bayang Pengarang: A. Sudiarja Penerbit: Galang Press Tempat dan tahun terbit: Yogyakarta, Oktober 2003 Jumlah halaman: 209 halaman |
Melalui berbagai macam cerita dan sejarah, A. Sudiarja
berusaha menghadirkan beragam masalah kehidupan. Permasalahan hidup seperti
keadilan, kebenaran, dan kekuasaan dikemas secara menarik melalui kisah-kisah
para filsuf dan tokoh-tokoh berpengaruh dunia lainnya.
Bayang-bayang, memuat 14 judul cerita, dengan tokoh besar
dunia seperti Socrates, Plato, hingga Raja Asoka sebagai pemeran utamanya. Masing-masing
cerita menyiratkan pelajaran hidup yang sangat berharga untuk kehidupan
manusia. Tak heran jika Sindhunata dalam pengantar buku ini mengatakan bahwa
bayang-bayang tidak hanya memiliki kebaikan dan keindahan, melainkan juga
kejahatan dan kekejaman.
Buku ini diawali oleh cerita Raja Asoka yang gundah
oleh hati nuraninya sendiri. Asoka menyesal atas perbuatannya ketika ia
berhasil menanlukkan Kerajaan Kalingga. Dalam penaklukan itu, menewaskan lebih
dari 100.000 jiwa serta 50.000 orang menjadi tawanan perang.
Dalam perenungan tersebut, Asoka melihat bayangan dari
Siddharta Gautama serta ayahnya, Siddhonada. Di situlah Raja Asoka memperoleh
secercah pencerahan dari keduanya. Ia pun sadar atas apa yang telah ia lakukan,
penindasan dan kekerasan yang dilakukannya telah berakhir.
Raja Asoka pun tak lagi menerapkan politik digvijaya
yang sarat dengan kekerasan dalam perluasan kekuasaan. Ia pun beralih menganut
sistem politik dhammavijaya yang mengedepankan kebenaran, kasih, dan
pengertian.
Dalam cerita lain yang berjudul Socrates Mati!, mengajarkan
kepada pembaca tentang makna kebenaran. Dikisahkan bahwa Socrates dihukum mati
karena dituduh menyebarkan doktrin tentang kebenaran. Sebelum dieksekusi mati,
Socrates berpesan bahwa ia tidak melakukan apa yang telah hakim tuduhkan.
Socrates berdalih bahwa ia hanya membantu melahirkan kebenaran dari dalam diri
seseorang, karena manusia sendirilah yang mampu membangun diri dalam menemukan
kebenaran.
Sudiarja pun menyelipkan kisah cinta yang terjadi
antara Haloise dan Abelard. Haloise sangat tulus mencintai Abelard, ia bahkan
rela disebut pelacur demi kebebasan dan kemurnian cinta mereka. Cinta Haloise
dan Abelard memang abadi, namun keabadian itu harus mereka nikmati dalam
keterpisahan yang memilukan.
Contain dari buku ini terbilang “berat” karena memuat materi-materi
dari para filsuf. Namun Sudiarja mampu menghadirkannya dalam bahasa yang
cukup mudah dipahami. Pembaca diajak untuk menyelami dan merefleksi dari setiap
judul cerita yang dituliskan.
Pembaca pun dapat menjumpai banyak quote dalam
buku ini. Salah satu di antaranya adalah, “Orang bijak bukanlah mereka yang kaya
akan pengetahuan maupun ajaran, melainkan orang-orang yang berani mengakui
bahwa dirinya tak cukup berpengetahuan”, Socrates. (Isti)
KOMENTAR