Kemarin
seorang teman bercerita bahwa dia telah merasa tertipu, setelah membeli
smartphone di forum jual beli jejaring sosial. Baru dua hari membeli, ternyata
smartphone yang diidamkannya tersebut sudah tidak bisa dipakai lagi alias mati.
Padahal di iklannya, barang tersebut terlihat sempurna.
Ada lagi
seorang teman yang merasa kecewa setelah bertemu dengan seorang gadis yang
dipuja kecantikannya di akun Instagram. Setelah bertemu, ternyata gadis
tersebut tak sesempurna atau jauh dari yang ia bayangkan.
sepertinya
akhir-akhir ini memang kita dituntut untuk lebih detail dan tidak tergesa dalam
melihat kebenaran atas sesuatu. Seperti perkara smartphone di atas, setelah
dicek ternyata smartphone "KW" alias tiruan yang akhirnya membuat
seseorang menjadi korban dari orang lain yang tega menipu demi maraup
keuntungan.
Juga seperti
perkara kekecewaan atas cantik yang palsu setelah masuk dalam aplikasi edit
foto. Wajah diedit dan direkayasa sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang diidamkan (mendapat banyak 'like', komentar dan lebel pujaan).
Orang-orang
semakin banyak yang menghalalkan banyak cara dengan melalukan apapun bahkan
menipu orang lain untuk keuntungan pribadi. Banyak juga yang menipu dengan
merekayasa dirinya sendiri agar mendapatkan cap atau label dari yang
dituhankannya, yakni sebuah citra.
Memang
seperti tidak terhindarkan, ketika saya melihat berita yang tidak jelas
kebenarannya yang menyebar di jejaring sosial saya. isu-isu yang sebenarnya
tidak ada, tiba-tiba ada dan berbentuk berita. Dan yang lebih parah, tidak
sedikit orang yang mengamini berita tersebut. Padahal palsu.
Tidak hanya
itu, kepalsuan yang lebih membudaya di kehidupan kita adalah ketika kampanye
pemilihan umum. Citra-citra palsu dengan segudang janji-janji politik yang
nyaris tidak pernah nyata adanya masih liar di negeri ini.
Mengapa hal
tersebut seperti di atas semakin hari semakin menjadi-jadi? Mengapa kita
sepertinya semakin membuka pintu lebar-lebar dengan kepalsuan yang terus datang
tersebut?
KOMENTAR