Rasanya perlu dipikirkan kembali ketika mengibaratkan perpustakaan
sebagai jantung Perguruan Tinggi (PT). Jantung adalah sebuah organ dalam
tubuh manusia yang berdetak setiap waktu. Jika ia berhenti sedetik saja, maka
manusia dapat dikatakan telah mati.
Perpustakaan, khususnya di UIN Walisongo, tidak
berdetak (buka layanan) setiap waktu. Apalagi setelah dilakukan pemangkasan waktu pelayanan,
mengakibatkan denyut nadi perpustakaan tak sekencang dulu. Perpustakaan hanya
buka selama lima hari, jam bukanya pun dikurangi. Akibatnya yang dianggap jantung ini pun sering mati suri. Jika dihubungkan dengan analogi ini, mengapa perpustakaan bisa diibaratkan sebagai jantung perguruan tinggi? Di sanalah sering terjadi kontradiksi mengenai perpustakaan.
Mungkin akan lain ceritanya jika kampus mampu
mengoptimalkan perpustakaan digital yang telah dimiliki. Jadi mahasiswa bisa
mengakses referensi yang dibutuhkan kapanpun waktunya. Keberadaan digital library yang dipadukan dengan
perpustakaan konvensional, mungkin baru bisa dikatakan sebagai jantung sebuah perguruan
tinggi. Sayangnya kampus saat ini belum bisa mewujudkan itu, kita tunggu saja.
PKM, Jantung
yang Sebenarnya
Bagi saya, obyek lain yang lebih layak menyandang
predikat sebagai jantung perguruan tinggi adalah Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM).
Tempat ini tak pernah sepi dari kegiatan mahasiswa. Meminjam istilah Mukhsin
Jamil, Dekan FUHum, PKM bagaikan kawah Candradimuka, tempat untuk mengasah skill yang tidak diajarakan dalam
perkuliahan.
Setiap hari PKM selalu ramai oleh aktivis
mahasiswa, bahkan di hari libur sekalipun. Tak jarang pula para aktivis
melakukan aktivitasnya di PKM hingga larut malam, latihan teater dan aktivitas
keredaksian pers, misalnya. Aktivitas ini dilakukan tentu hanya untuk
satu tujuan, sebuah prestasi, baik bagi mahasiswa, lembaga, maupun kampus. Maka
dari itu, tak salah kan jika saya mengibaratkan PKM sebagai jantung perguruan
tinggi?
Tapi itu dulu, sebelum Suparman memberlakukan
peraturan jam malam. Catatan penting untuk Suparman. Sebelum mengetok palu, ada
baiknya jika ia terlebih dahulu mengasah kepekaannya terhadap kehidupan
aktivis mahasiswa. Asal tahu saja, sekarang, di siang hari mereka disibukkan dengan
aktivitas kuliah yang sangat padat. Sedangkan waktu untuk berorganisasi dan mengasah ketrampilan secara optimal di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hanya bisa
dilakukan di malam hari. Itu pun hanya dalam kurun waktu usai Isya' sampai pukul 22.00 WIB. Ada pula yang kuliah hingga pukul 20:30 WIB.
Padahal hal wajar ketika mahasiswa beraktivitas hingga pukul 23.59 WIB, bahkan lembur sampai subuh. Mahasiswa dengan semangat muda dan intelektualnya selalu menganggap bahwa kampus adalah wahana untuk mengeksplor apapun sebagai modal sebelum mendapat gelar sarjana. Jika kampus cenderung ketat, kampus bukanlah Lab lagi. Mungkin bisa disamakan dengan SMA.
Padahal hal wajar ketika mahasiswa beraktivitas hingga pukul 23.59 WIB, bahkan lembur sampai subuh. Mahasiswa dengan semangat muda dan intelektualnya selalu menganggap bahwa kampus adalah wahana untuk mengeksplor apapun sebagai modal sebelum mendapat gelar sarjana. Jika kampus cenderung ketat, kampus bukanlah Lab lagi. Mungkin bisa disamakan dengan SMA.
Jika terus seperti ini, para aktivis mahasiswa berada
dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi mereka dituntut untuk membuat banyak
kegiatan dan menghasilkan karya demi nama baik lembaga dan kampus. Di sisi lain
mereka dikekang dengan peraturan yang mengurangi akses kegiatan mereka di PKM.
Padahal UIN Semarang digadang-gadang sebagai kampus
riset, baik dalam bidang akademik maupun penentuan kebijakan. Tapi kenyataannya
dalam penentuan kebijakan ini, pihak kampus tak pernah mengadakan riset
terlebih dahulu.
Jangan Men-generalisasi
Alasan Suparman dan kawan-kawan memberlakukan jam
malam adalah untuk menjaga keamanan dalam kampus. Kalangan itu menilai bahwa semua
aktivis UKM telah menyalahgunakan fungsi PKM. Lalu, apa gunanya Security (Satpam)?
Diakui memang ada beberapa UKM yang kurang aktif dan
tidak memiliki banyak kegiatan. Tapi Suparman perlu tahu, bahwa masih ada pula
UKM yang benar-benar memiliki kegiatan yang jelas, sungguh-sungguh dalam
menjalankan program kerjanya hingga memakan waktu sampai larut.
Guna mengetahui hal tersebut, ada baiknya jika Suparman terlebih dahulu melakukan riset. Sehingga diketahui produktifitas dari masing-masing UKM. Tapi kenyataan yang terjadi, Suparman malah main generalisasi seenaknya.
Ia seakan tak mau tahu apapun alasan aktivis mahasiswa,
ia malah secara buru-buru mengetokkan palunya. Pemberlakuan jam malam harus dan tetap
dilaksanakan. Bahkan Suparman dan kawan-kawan tak segan untuk melakukan sweeping
terhadap aktivis mahasiswa yang menolak pemberlakuan jam malam. Memangnya aktivis UKM ini penjahat, anarkis, radikal? Lagi, apa gunanya Security (Satpam)?
Bapak pejabat yang terhormat, ini PKM, bukan perpustakaan.
Kami tak menginginkan uang lembur untuk menjaga PKM tetap ramai seperti halnya
perpustakaan. Kami hanya butuh tempat dan waktu untuk menyalurkan setiap ide dalam
pikiran. Toh juga jika kami berprestasi dampaknya pun untuk nama baik kampus kita UIN Walisongo tercinta. Apa gunanya status Wakil Rektor Bidang "Kemahasiswaan", namun sama
sekali tak memahami kebutuhan mahasiswa.
Sekali lagi. Ini PKM, jantung perguruan tinggi yang
sebenarnya. Bukan perpustakaan! Kegiatan di dalamnya senantiasa mampu
menghidupkan gairah kreativitas mahasiswa. Memajukan nama baik kampus dengan prestasi. Kepada Suparman dan kawan-kawannya,
jangan tikam jantungmu sendiri tanpa alasan yang benar-benar berdasarkan pada
riset.
Saya tidak tahu sebenarnya apa yang telah dipikirkan Suparman dan birokrat kampus mengenai PKM dan UKM yang ada di dalamnya. Tapi saya berpesan agar selayaknya ia dan kawan-kawannya datang dan mengetahui bagaimana sesungguhnya aktivis UKM ini. Jangan hanya beranggapan saja tanpa mengetahui lapangan. "Kampus kita berbasis riset".[l/k]
Saya tidak tahu sebenarnya apa yang telah dipikirkan Suparman dan birokrat kampus mengenai PKM dan UKM yang ada di dalamnya. Tapi saya berpesan agar selayaknya ia dan kawan-kawannya datang dan mengetahui bagaimana sesungguhnya aktivis UKM ini. Jangan hanya beranggapan saja tanpa mengetahui lapangan. "Kampus kita berbasis riset".[l/k]
KOMENTAR