Teman-teman yang sudah melaksanakan KKN, mungkin masih terbayang hal-hal lucu bahkan menjengkelkan. Terutama ketika menjadi kordes, sang ketua, yang memimpin posko KKN.
Dalam pembentukan struktur kepengurusan posko KKN, seringkali terjadi aksi saling lempar jabatan kordes. Status kordes seakan ditakuti oleh para peserta KKN. Padahal di balik stigma itu, terdapat suka dan duka yang hanya bisa dirasakan oleh kordes. Seperti apa pahit-manis jadi kordes, simak tulisan berikut ini.
1. Pengalaman Jadi Pemimpin
Tidak semua orang memiliki jiwa kepemimpinan, sekalipun ia orang yang cerdas. Menjadi kordes secara tidak langsung melatih jiwa kepemimpinan seseorang. Bisa karena terbiasa, seperti itulah jiwa kepemimpinan perlu dilatih sehingga mengakar dalam jiwa. Kordes sendiri adalah wahana kecil untuk melatih hal itu, menuju ruang lingkup yang lebih luas. Beruntung banget nih buat teman-teman yang pernah jadi kordes, bisa jadi Anda adalah calon pemimpin masa depan.
2. Paling Dekat dengan Lurah
Kordes tentu harus sering berkoordinasi dengan pejabat-pejabat kampung, lurah misalnya. Jadwal komunikasi yang intens dengan lurah membuat kordes lebih dikenal daripada yang lain. Tak perlu ditanya, untuk sekedar makan dan rokok lurah tak segan untuk memberi (walaupun seadanya). Lebih lagi kalau lurahnya punya anak gadis, cantik lagi, bisa-bisa kordes dijodohin sama anaknya. Pulang KKN bawa pengalaman sekaligus istri, luar biasa kan.
3. Paling Dikenal Masyarakat
‘Artis dadakan’, saking seringnya berkomunikasi dengan masyarakat, kordes jadi dikenal banyak masyarakat. Apalagi kalau ia sering caper (cari perhatian), dijamin deh, selama seminggu kaum hawa bakalan banyak yang kesemsem sama kordes (kalau ada kaum adam yang ikut kesemsem juga, itu resiko Kordes).
4. Jadi Bahan Omelan
Kordes harus siap kuping panas, bukan kena air panas atau disetrika, tapi harus ikhlas dengerin orang ngomel-ngomel karena tindakan anggota. Kordes juga harus siap jadi orang pertama yang diuber-uber warga kalau ada masalah di posko KKN.
5. Paling Terkuras Tenaga dan Pikirannya
Pulang KKN berat badan turun 5 kg, teman di media sosial pada comment, “ih kamu sekarang tinggal tulang, jarang makan ya?”. Padahal, kita makan normal tiga kali sehari. Mereka enggak tahu kalau kita kurus karena ngenes mikir tanggung jawab jadi kordes. Rasanya 40 hari KKN udah kaya 40 tahun. Kordes yang habis KKN tapi gak jadi kurus, berarti ia kurang perhatian sama teman-temanya (think deeply).
6. Tidak Bisa Meningalkan Posko Lama-lama
Diam di Posko terlalu lama itu berbahaya, dapat membuat gila (opini penulis, benar enggak?). Kordes juga manusia, perlu refreshing. hang out sore, berkunjung ke posko lain, atau hanya sekedar berburu senja sekiranya dapat membuat pikiran fresh. Apalah daya, kordes harus sering standby di posko, untuk melakukan hal itu, kadang hanya menjadi angan-angan belaka. Akhirnya, hanya bisa nonton film jadul di laptop sembari nunggu di posko.
7. Orang Pertama yang Diburu untuk Ceramah
Masyarakat enggak mandang jurusan, atau pun keilmuan apa yang dipelajari mahasiswa di kampus. Bagi mereka mahasiswa adalah orang pintar yang tahu segalanya, termasuk ilmu agama. Tak jarang cah-cah KKN diminta oleh warga untuk mengisi ceramah pengajian, jika sudah seperti ini kordes harus siap mental. Sebagai pentolan posko yang dikenal masyarakat, kordes harus siap menjadi ustadz dadakan. Kalau enggak bisa gimana? Ustadz Google siap memberikan anda teks ceramah singkat. So, enggak usah khawatir, des.
8. Selalu dalam Posisi Dilematis
Kordes memang pemimpin, namun ia tak bisa semena-semena layaknya Pak Harto, terlalu mengikuti kehendak teman-teman juga bukan pilihan tepat. Ibarat hubungan, kordes itu ‘nggantung’ banget. Entah harus melakukan hal apa agar menjadi pilihan tepat untuk semua.
Buat teman-teman yang pernah jadi kordes mungkin hanya bisa mesem dikit, bernostalgia pahit manis menjadi seorang kordes. Buat teman-teman lain yang mau berangkat KKN, ada keinginan untuk jadi kordes? Kalau kalian suka memacu adrenalin, pastinya siap. Face it like a wisdom person. [Abdi]
KOMENTAR