“Gerakan kiri pada mulanya berawal dari sidang
parlemen di Prancis. Pada waktu itu kebetulan yang duduk di sebelah kanan
adalah orang-orang konservatif dan yang duduk di sebelah kiri adalah
orang-orang kritis. Makanya kiri identik dengan kritis.” Kata Rukardi, dalam
memulai ceritanya tentang sejarah komunisme di Semarang ketika memantik diskusi
bersama Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) dengan tema “Refleksi Bulan Kelam September; Menelusuri
Sejarah Merahnya Indonesia”, Selasa (29/09) di depan auditorium 2 kampus 3 UIN
Walisongo Semarang.
Rukardi juga
mengatakan, mengenai sejarah Semarang, gerakan kiri yang dipelopori Semaun,
Marco, Darsono, dan Tan Malaka dkk., pada waktu itu mencuri perhatian
pemerintah. Karena pemerintah merasa mulai terganggu, sehingga mereka menjadi
target penangkapan dan pembuangan.
“Selain itu,
aksi-aksi revolusioner oleh kelompok semarang itu menjadi salah satu penanda
era baru di Jawa dan Hindia Belanda pada umumnya. Era ini ditandai dengan
munculnya kesadaran politik dikalangan masyarakat bumi putera yang secara kasat
mata mewujud melalui media, surat kabar, pemogokan, organisasi dan partai
politik,” tambah Rukardi.
Membahas
tentang PKI, Yunantio yang menjadi pemantik diskusi kedua mengatakan, bahwa
partai pertama kali yang menggunakan kata Indonesia adalah PKI. Yaitu pada
tahun 1924 sewaktu konggres ke-9 di Batavia yang sebelumnya Partai Komunis di
Hindia (PKH).
“Sampai saat
ini siapa dibalik gerakan 30 September
itu, masih simpang siur. Ada yang mengatakan memang PKI, ada yang mengatakan bahwa CIA menjadi dalangnya,
ada juga yang mengatakan itu ulah Suharto, ada juga ulah Sukarno,” jelasnya.
Ia juga
menambahkan, bahwa tidak tepat seandainya gerakan 30 September diberi PKI
setelahnya. Karena orang-orang PKI pada waktu itu juga banyak yang menjadi
korban. Selain itu, banyak para petinggi PKI juga tidak tahu-menahu gerakan
itu. Jadi masih misterius.
(Gigih)
KOMENTAR