![]() |
Diskusi Publik FUPK. Dari kiri: Naela Rohmah (mod), Sahiron Syamsuddin (Pem. I), Hasan Asy'ari U (Pem. II), M. Asefuddin. |
Pengisi materi dalam kegiatan ini adalah Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M. A (Pakar Hermeneutik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan Dr. Hasan Asy'ari Ulama'i, M.A (Pakar Kajian Hadits UIN Walisongo Semarang). Selain itu, turut hadir pula Wakil Dekan I, Dr. Muhyar Fanani, M. A, dan Supervisor Ma'had Walisongo FUPK, Ustadz Fakhruddin Aziz, Lc. M.SI.
Acara berjalan dengan lancar. Peserta pun antusias ketika dibuka sesi tanya-jawab. Dalam diskusi yang dimoderatori oleh M. Asefuddin dan Naela Rohmah ini, Sahiron menjelaskan tentang bagaimana Al-Qur'an bisa hidup di masyarakat dan berfungsi sebagai fenomena sosio-kultural.
"Diantara Fenomena Sosio Kultural: MTQ, Semaan Al-Qur'an, tradisi membaca surat-surat tertentu, seperti Al-Waqi'ah, Yasin dan sebagainya, ruqyah, jimat dan etika Al-Qur'an. Tentang penelitian jimat, saya sudah melakukannya, pengunaannya sudah merata di daerah-daerah dan juga bermacam-macam. Maka, (teks) Al-Qur'an tidak boleh dijadikan alat untuk men-judgment, akan tetapi memberi data untuk memahami realita," paparnya.
Sahiron juga menambahkan bahwa, semua fenomena dan relita yang ada tersebut merupakan resepsi masyarakat atas Al-Qur'an. “Itu adalah salah satu cara untuk membumikan Al-Qur’an itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pun demikian, tidak lantas dijadikan pelarian, sebagai dalih untuk tidak mau mempelajari ayat-ayat Al-Quran,” lanjutnya.
Sedangkan Hasan mengulas tentang semangat Living Hadis dalam masa sekarang. "Rosulullah pernah wudlu' dengan takaran lima mud. Disini kita belajar tentang living hadis, yaitu efesiensi penggunaan air agar tidak berlebihan. Bahkan dalam hal istinja’ juga sama,” jelas Hasan.
Ia juga menambahkan tentang hadits yang harus dipahami dengan kaidah “al-ibroh bi-umumi al-sabab la bi-khususi al-lafdzi” (memahami nas dengan melihat keumuman sebab muncul/turunnya, bukan kekhususan lafal/bahasa teksnya). (Ainul/IDEA)
KOMENTAR