NGALIYAN – Sejak tahun 2005, Fakultas Ushuluddin (FU)
IAIN Walisongo Semarang membuka program uggulan yang bernama Fakultas
Ushuluddin Program Khusus (FUPK). Kelebihan program ini adalah
perkuliahannya disampaikan dengan bahasa Arab dan Inggris. Tugas kuliah
sampai skripsi atau tugas akhir peserta program ini pun harus ditulis
dengan bahasa Arab atau Inggris.
Pada awalnya, FUPK hanya terdiri dari satu jurusan,
Tafsir-Hadis (TH). Tetapi mulai tahun 2009, mulai dibuka FUPK untuk
jurusan Akidah-Akhlak (AA).
Tetapi karena sepi peminat, untuk penerimaan mahasiswa
tahun ini FU hanya membuka kelas FUPK-TH. Dari sekitar 45 pendaftar FUPK
gelombang pertama, ada 22 calon mahasiswa yang lolos seleksi jurusan
TH. Adapun kelas AA tidak dibuka karena tidak ada yang masuk
kualifikasi. Bahkan sampai pendaftaran FUPK gelombang kedua pun, FU
hanya mendapat tambahan empat calon mahasiswa FUPK-TH.
“Sebenarnya ada satu pendaftar AA yang lolos seleksi.
Tetapi kami tidak mungkin membuka kelas yang hanya berisi satu
mahasiswa,” ujar Nasihun Amin, Dekan FU ketika dikonformasi Jum’at
(2/8).
Tidak dibukanya kelas AA untuk tahun ini dibenarkan oleh
Zainul Adzfar, Ketua Jurusan Akidah-Filsafat (AF). Ia menuturkan,
standar kompetensi yang dibutuhkan untuk calon mahasiswa AA cukup
tinggi, jadi banyak yang tidak lolos. “Mungkin kami terlalu idealis.
Tetapi kalau hal itu tidak kami berlakukan, mahasiswa akan kesulitan di
pertengahan kuliah nanti,” terang Zainul.
Nasihun menegaskan, tidak dibukanya kelas AA pada tahun
ini bukan berarti ditutupnya jurusan AA. “Tahun depan kami akan tetap
membuka pendaftaran FUPK-AA,” jelas Nasihun.
Tahap Kedua: Terlihat pengumuman seleksi FUPK tahap II yang hanya berisi empat calon mahasiswa |
Ijazah sama dengan reguler
Ketika dikonfirmasi terkait ijazah lulusan FUPK,
Kerwanto, alumni FUPK angkatan 2006, mengaku ijazahnya sama dengan
mahasiswa reguler. Dalam arti, tidak ada bukti bahwa lulusan yang
dimaksud, walaupun bukan kuliah di jurusan bahasa, tetapi mempunyai
kemampuan yang mumpuni dalam dwi bahasa Arab dan Inggris.
“Yang membedakan ijazah saya dengan mahasiswa reguler
hanya nama mata kuliahnya. Karena kurikulum yang dipakai memang
berbeda,” tutur pria berkacamata ini. Rikza Muqtada, alumni FUPK yang
sekarang menempuh S2 di UIN Yogyakarta, pun mengaku ijazahnya sama
dengan mahasiswa reguler.
Nasihun membenarkan hal tersebut. Di ijazah lulusan FUPK,
sejak angkatan pertama, tidak ada keterangan terkait lulusan yang
dimaksud peserta program FUPK atau tidak. Hal itu tejadi karena Ijazah
yang mengeluarkan pihak rektorat. Jadi semua dipukul rata.
“Kami sudah merencanakan akan memberi sertifikat tambahan
untuk lulusan FUPK. Tetapi belum sempat membahasnya secara intens,”
terang Nasihun. (Zubair).
KOMENTAR