K.H. Abdullah Saad |
Semarang, IDEAPERS.com - Ada seorang ustadz Wahabi bernama Firanda yang menyebut bahwa dzikir dengan goyang kentul-kentul dan bergoyang sambil gedheg-gedheg itu bid'ah dan dianggap sebagai gangguan setan. Ia menyatakan, dalam berdzikir, orang tidak boleh mengikuti nafsunya. Dengan gedheg-gedheg pun, tanpa dzikir "la ilaha illa Allah" orang bisa asyik. Demikian dalih pembid'ahan Firanda.
Menjawab itu, KH Abdullah Saad (Solo) menerangkan "Hukum Wiridan Bil Gedheg". Dalam ceramahnya pada acara UIN Walisongo Bersholawat di lapangan Kampus III pada Kamis (08/09/16) malam, ia mengutarakan dasar diperbolehkannya bershalawat sambil bergoyang. Menurutnya, wiridan sambil geleng-geleng, asal tidak joget, itu boleh-boleh saja. "Kalau kita tahu bahwa shalawat kita dilaporkan kepada nabi, jagalah tingkah kalian," kata Saad yang menjadi badal Habib Luthfi dalam acara tersebut.
Ada sebuah riwayat tentang "gedheg-gedheg" yang dikutip Abdullah Saad yang digunakan sebagai pelengkap keterangan. Kala itu, tuturnya, Mbah Kiai Siroj Payaman, Magelang yang terkenal munkasyif (terbuka mata batinnya) pernah hadir dalam forum Bahtsul Masa'il di Magelang yang sedang hangat membahas hukum wiridan bil gedheg. Banyak dari mereka bingung karena tak kunjung menemukan dalil yang sesuai.
"Tiba-tiba beliau hadir di tengah-tengah halaqoh kiai-kiai acara tersebut, meminta dibuatkan kopi. Beliau meminum kopi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian beliau pergi," ujarnya. Melihat Mbah Siroj yang tiba-tiba hadir tanpa dinyana, salah satu kiai mengatakan, "Sudah ketemu jawabannya," imbuh Saad melanjutkan riwayat.
Tanpa dalil, para kiai di forum sudah bisa menangkap isyarat dari Mbah Siroj, "al-alim yakfi bil isyaroh seorang alim cukup menangkap isyarah," tambah Saad menerangkan kesimpulan. Minum kopi adalah isyarat analogis dari Mbah Siroj kepada para kiai saat itu bahwa wiridan sambil gedheg itu boleh karena saking nikmatnya dzikir kepada Allah.
Kiai cukup dengan isyaroh seorang yang munkasyif untuk menerima jawaban, ini tidak ditemukan di kultur intelektual kalangan wahabi salafi yang selalu menuntut dalil, dalil dan dalil, dengan terus memaksa yang shohih tanpa adab.
Meski demikian, Abdullah Saad tetap menyarankan, ketika dzikir, hendaknya kita tidak terlalu berlebihan alias over acting. Tapi bukan berarti membid'ahkan, seperti kata Firanda. Seharusnya, Firanda perlu belajar lagi, bahkan mengirim Fatihah kepada Mbah Siroj. (Rep. Goleng/Red. Lee)
KOMENTAR