![]() |
Ilustrasi santri (Dok. Nursyamcenter.com) |
Di Pesantren Al-Ajib ada santri senior berusia 17 tahun yang sudah lama berada di pesantren. Zaid dikenal sebagai ketua asrama, seorang pemuda yang karismatik, tetapi Ia mulai terlena dan sewenang-wenang menggunakan jabatannya.
Zaid menikmati posisinya sebagai ketua asrama, sering merasa lebih unggul daripada santri junior. Ia dan teman-teman seniornya kerap memanfaatkan kekuasaan ini untuk memberikan hukuman dan perintah kepada junior tanpa peduli perasaan mereka. Zaid tidak melihat perlakuan kasar itu sebagai hal buruk, hanya menganggapnya sebagai "pendidikan."
Zaid dan beberapa senior mulai sering mengintimidasi junior, terutama Hasan, santri baru yang pendiam dan tampak lemah. Hasan sering menjadi sasaran bullying, baik secara fisik maupun mental, karena dianggap “tidak cepat belajar.” Zaid memimpin aksi tersebut, menganggap bahwa ini adalah cara agar junior menjadi lebih disiplin.
“Heh San, sini lo!” panggil Zaid.
“Iya mas wonten nopo?” tanya Hasan.
“Gue kemarin ngasih tugas maknain Tafsir Maulid ad-Diba’i, sudah selesai belum?”
“Belum mas ngapunten, niku kan materi angkatanne njenengan dadine kulo dereng saget”
“Katanya kamu pinter, terus mau jadi santri teladan, masak tugas gini aja nggak bisa! Sekarang kamu pijetin aku saja kalo begitu!”
Tiba-tiba, seorang pengurus pesantren yang dihormati, Ustad Harun, melihat kejadian itu dan berbicara dengan Zaid dan mengingatkan tentang pentingnya memiliki akhlak yang baik, namun Zaid merasa bahwa senioritas adalah bagian dari tradisi yang tidak boleh dilanggar.
Suatu hari salah seorang teman Zaid bernama Ammar memberitahu Zaid bahwa ia baru saja mengintip salah seorang santri putri yang sedang mandi. Zaid yang mendengar kejadian itu terkejut dan memarahi sahabatnya itu.
“Jangan kasih tahu siapa-siapa ya ide” pinta Ammar pada Zaid.
“Aku nggak berani nyembunyiin kasus kayak gini sih Mar”
“Kalo lu kasih tahu orang atau ngelaporin gue, gue bakal bocorin lu sering bully sama malak junior terutama Hasan, ke Ustad”
“Eh jangan..., oke gue bakal bantu tutupin kasus ini sebisa gue”
Lalu keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada santri putri yang melaporkan bahwa ada santri putra yang mengintip di kamar mandi santri putri. Ammar dan Zaid terkejut dan panik mendengar berita itu tersebar keseluruh pondok bahkan sampai ke telinga kyai.
Zaid dan Ammar mulai berdebat tentang apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Zaid yang meminta Ammar agar mengaku mengenai kesalahan apa yang ia lakukan. Ammar yang tidak ingin ketahuan tidak mau melakukan itu.
“Gue tetap nggak mau ngaku” tegas Ammar.
“Tapi kasus ini sudah sampe ke Kyai”
“Gue nggak bakal di tangkep, sudah gue taruh bukti rekaman waktu gue mengintip itu di kamar lo, udah gue laporin juga ke ustad dan bentar lagi lu bakal ditangkep gantiin gue”
“Weh kok lu tega Mar sama gue, gue sudah nolongin lu”
“Tenang, nanti gue tengokin lu di penjara hahaha”
Zaid yang mendengar pengakuan Ammar menjadi emosi dan mulai berkelahi dengan Ammar dan tanpa sengaja membunuhnya.
Zaid pun terdiam seketika karena masih terkejut atas apa yang terjadi, tiba-tiba para ustadz pun masuk ke ruangan Zaid dan melihat jasad Ammar juga ikut terkejut. Zaid berusaha menjelaskan apa yang terjadi, namun nasi sudah menjadi bubur. Zaid pun di tangkap atas tuduhan pelecehan seksual dan pembunuhan.
Zaid pun di bawa oleh polisi melewati ratusan para santri yang menyorakinya. Di depan gerbang pondoknya sudah menunggu mobil polisi dan orang tua Zaid yang menatap Zaid dengan tatapan sedih. Sebelum di masukan ke dalam mobil, pak Kyai berpesan agar Zaid merenungi kesalahannya dan bertaubat.
[Andra Yudistira]
KOMENTAR