![]() |
- Ilustrasi Kerusakan Hutan |
Hutan Raya, tempat para hewan hidup damai mulai berubah. Pepohonan berkurang, aliran sungai kering, dan udara penuh dengan asap. Raja Harimau melihat hutan kesayangannya perlahan-lahan mati, namun tidak tahu harus berbuat apa. Burung Gagak menyampaikan bahwa manusia telah merusak hutan dengan menebang pohon-pohon dan membuka lahan baru.
Di tengah hutan yang mulai gersang. Harimau sedang duduk lesu di bawah pohon, sambil menggaruk-garuk kepala, sementara Burung Gagak bertengger di atas dahan pohon, mengamati dengan penuh penasaran.
Burung Gagak mengamati Harimau yang tampak resah
"Kau kenapa, Raja Harimau? Jangan-jangan pusing mikirin kredit motor, ya?"
Harimau menghela napas panjang
"Ah, Gagak... bukan itu masalahnya. Hutan kita makin rusak. Pepohonan hilang, sungai kering. Aku bingung... harus gimana?"
Burung Gagak mengangguk dramatis
"Iya, aku juga sedih. Padahal, dulu tempat ini kayak surga. Sekarang? Saking panasnya, aku sampai mikir buat bikin sunscreen khusus burung. Kamu mau ikutan pesan?"
Harimau sambil tersenyum tipis
"Lucu. Kamu tahu, aku lagi serius, kan? Aku raja hutan, tapi aku nggak bisa nyelametin hutan sendiri. Rasanya seperti... jadi ketua OSIS yang nggak bisa ngatur acara perpisahan."
Burung Gagak tertawa nyaring
"Hahaha! Kamu terlalu serius, Harimau. Masalahnya bukan cuma di tanganmu. Coba ajak Kancil mikir. Dia kan selalu punya akal cerdik."
Harimau bingung
"Kancil? Terakhir kali aku tanya dia, jawabannya malah: 'Tenang, Bang Harimau, nanti kita ngadain seminar hutan, datengin influencer biar viral."
Burung Gagak sambil menggoyang-goyangkan kepalanya
"Wah, Kancil memang out of the box, tapi kadang kebanyakan keluar dari kotaknya! Tapi kamu tahu, mungkin kita butuh pendekatan yang beda. Bagaimana kalau kita buat acara musik? Kita undang hewan-hewan buat 'Konser Peduli Hutan'. Aku bisa jadi MC, suaraku bagus buat teriak-teriak."
Harimau tertawa kecil, sambil menatap Gagak dengan pandangan heran
"Hahaha, kamu ini ya. Bagus juga idemu. Tapi masalahnya... kita mau nyanyi apa? 'Hutan, oh hutan, kenapa kau gersang?' Gak ada yang bakal peduli."
Burung Gagak sambil melompat ke dahan lebih rendah, menatap Harimau serius tapi tetap jenaka
"Kamu salah. Mereka bakal peduli. Kalau gak, kita cari cara buat bikin mereka merasa bersalah. Atau, kita bikin gimik! Kayak, 'Kalau nggak nyelametin hutan sekarang, bisa-bisa gak ada tempat buat leyeh-leyeh!'"
Harimau sambil menggelengkan kepala, sedikit tersenyum
"Kamu ini, selalu ada-ada aja. Tapi siapa tahu, mungkin kita butuh gimik seperti itu. Biar hewan-hewan sadar, kalau mereka nggak bertindak, nggak ada yang bakal selamat."
Burung Gagak dengan nada bangga
"Yess! Akhirnya Raja Harimau setuju dengan ideku. Sekarang ayo kita mulai rencanakan, kita bikin flyer-nya dulu, lalu... tunggu, flyer itu apa, ya?"
Harimau memukul dahinya dengan tangan besar, sambil tertawa terbahak-bahak
"Hahaha! Gagak, kamu ini, bener-bener ya. Mungkin kita emang butuh lebih dari flyer buat selamatin hutan."
Burung Gagak
"Santai, bro. Yang penting, kita mulai dulu dari hal-hal kecil. Eh, tapi kalau mau serius, gimana kalau kita bikin podcast aja?"
Harimau sambil tertawa semakin keras
"Podcast? Aduh, Gagak, kamu beneran kreatif... tapi mungkin ide itu bisa kita pertimbangkan!"
Keesokan harinya hutan semakin gersang, rumah-rumah hewan rusak, dan makanan semakin sulit ditemukan. Kancil, yang terkenal cerdik, mencoba mencari jalan keluar, tetapi setiap rencana terhalang oleh manusia yang semakin memperluas kerusakan. Hewan-hewan semakin terdesak dan mulai saling menyalahkan.
Di bawah pohon besar yang tersisa. Kancil mengumpulkan hewan-hewan untuk membahas masalah serius—manusia yang semakin merusak hutan.
Kancil berdiri di atas batu kecil, berlagak serius
"Saudara-saudara sekalian! Kita ada di titik kritis. Hutan kita semakin rusak, pepohonan ditebang, sungai dikeringkan. Ini semua gara-gara manusia!" Sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang tidak jelas.
Gajah menghela napas panjang
"Hhh... aku sih udah capek, Cil. Dulu, kalau ada pohon roboh, aku masih bisa bantu pindahin. Sekarang? Pohonnya gak ada, tanahnya keras kayak batu. Aku mau ngeremuk apa lagi?"
Kancil mengangguk penuh empati
"Iya, Gajah, aku paham. Sekarang kita semua jadi korban. Bahkan aku, si Kancil yang katanya cerdik, nggak bisa ngelakuin apa-apa. Gimana coba mau sembunyi kalau nggak ada semak-semak lagi?"
Kura-Kura bergerak lambat ke depan, suaranya pelan
"Ini... ini masalah serius, Kancil. Kemarin aku nyoba cari tempat buat berteduh... tapi... ngos-ngosan ... panasnya luar biasa. Kulitku sampai gosong. Padahal, aku kan udah bawa rumah sendiri, tapi tetap aja nggak cukup."
Kancil melihat Kura-Kura dengan prihatin
"Kasihan kamu, Kura-Kura. Manusia memang makin nggak peduli. Mereka tebang hutan buat bangun jalan, sementara kita di sini nyari tempat berteduh aja susah!"
Monyet melompat dari pohon ke pohon yang tersisa, lalu duduk santai di cabang rendah
"Eh, aku sih masih bisa nyari buah-buahan, tapi... buahnya? Dikit banget! Terakhir kali aku nemu pisang, rasanya kayak plastik! Manusia pasti udah nyemprotin zat-zat aneh ke hutan kita."
Kancil sambil berpikir keras, menatap Monyet
"Iya, Monyet. Racun dari manusia itu bikin hutan kita berubah. Mereka pikir mereka yang punya dunia, padahal, kita juga penghuninya. Ini bukan cuma soal mereka aja!"
Burung Hantu bertengger di atas cabang, bicara bijak
"Kalian benar, saudara-saudaraku. Aku yang biasa berjaga malam, sekarang tak bisa tidur karena lampu-lampu manusia yang terus menyala. Malam jadi siang, siang makin panas. Apa kita harus cari hutan lain?"
Kancil dengan nada tegas dan sedikit emosi
"Tidak! Kita nggak bisa terus lari. Kalau kita lari, manusia bakal merusak hutan-hutan lain juga. Kita harus lawan balik. Kalau perlu, kita bikin aksi! Protes! Aku udah pikirin, mungkin kita bisa bikin... ehm... demo? Demo besar-besaran!"
Monyet dengan antusias
"Wah, asyik! Aku bisa bawa papan tulisan: 'Kembalikan pisang kami!'"
Gajah sambil tersenyum tipis
"Aku bisa bikin suara paling keras! Teriakan Gajah pasti bikin manusia panik."
Kura-Kura dengan nada pelan
"Eh... aku ikut juga, walaupun jalannya lambat, tapi aku pasti dukung!"
Burung Hantu sambil mengangguk-angguk
"Aku akan mengawasi mereka dari atas, biar kita bisa tahu gerakan manusia."
Kancil sambil menghela napas, merasa haru
"Terima kasih, teman-teman. Aku tahu, kita kecil dibanding manusia. Tapi kalau kita bersatu, kita bisa kasih mereka pelajaran. Ini bukan cuma soal kita, tapi soal hutan yang harus kita jaga."
Semua hewan mengangguk penuh semangat, merasa tergerak untuk melawan balik kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia, meskipun dengan cara mereka yang unik dan lucu.
Monyet sambil tertawa kecil
"Eh, Kancil, kalau kita nggak berhasil, kita bikin acara 'Konser Selamatkan Hutan' aja. Siapa tahu mereka lebih peduli kalau kita nyanyi!"
Kancil menjawab sambil tertawa lepas
"Hahaha! Ide bagus, Monyet. Kalau nggak bisa protes, kita bikin hutan ini viral!"
Kancil pun mendengar dari Burung Gagak bahwa Pohon Tua yang merupakan penjaga roh alam, sedang sekarat. Jika Pohon Tua tumbang, maka keseimbangan alam akan hancur sepenuhnya. Raja Harimau dan para hewan lainnya mencoba melindungi Pohon Tua, tetapi manusia datang dengan alat berat untuk menebang pohon itu.
Dalam upaya terakhir, Kancil mendekati manusia dan berusaha bernegosiasi, namun manusia tidak memahami bahasa hewan. Pohon Tua akhirnya tumbang, dan suara hutan menjadi sunyi.
Setelah kehancuran tersebut, para hewan mulai bermigrasi ke tempat lain, meninggalkan hutan yang kini tandus. Namun, ada harapan kecil ketika Raja Harimau dan Kancil menemukan sebuah tunas muda yang tumbuh di bekas tempat Pohon Tua. Meskipun kerusakan sudah terjadi, alam masih memiliki kekuatan untuk memulai kembali, asalkan diberi waktu untuk pulih.
Keserakahan manusia terhadap alam membawa kehancuran tidak hanya bagi hewan, tetapi juga bagi kehidupan manusia sendiri. Pentingnya menjaga keseimbangan alam dan memberi ruang bagi bumi untuk memulihkan diri. [Andra Yudhistira Haryanto]
KOMENTAR