Abu Ali Hasan Bin Hani Al-Hakami atau yang biasa disebut dengan Abu Nawas merupakan seorang ahli sastrawan sekaligus seorang sufi dari zaman Abbasiyyah. Beliau lahir pada 140 Hijriah dan wafat pada 198 H di Baghdad, Irak.
Abu Nawas seringkali disebut sebagai penyair terbesar sastra Arab klasik dan beliau juga digambarkan sebagai seorang yang bijaksana dan memiliki sisi humoris. Hampir keseluruhan perjalanan hidupnya banyak sekali tertulis dalam syair-syair yang telah ia buat. Salah satu contohnya yaitu syair اَلْإِعْتِرَافُ (al-i'tiraf) yang berarti Sebuah Pengakuan. Syair tersebut sampai sekarang pun masih banyak dibaca, terutama pada waktu sehabis belajar atau sehabis sholat.
Lajur Perjalanan Hidup Abu Nawas
Sejatinya Abu Nawas adalah salah satu sufisme yang sangat cerdas, terutama dalam hal yang berkaitan dengan sastra. Ia dengan karya-karya literaturnya seperti tak pernah ketinggalan zaman. Bahkan, hampir semua karyanya sering muncul dan dijadikan bahan referensi masyarakat islam untuk menambah keimanan kepada Allah SWT. Contohnya seperti syair terkenal Al-I'tiraf yang berisi curahan doa-doa pertaubatan juga hikmah dari kisah perjalanan Abu nawas atas penyesalan dosa-dosa yang telah beliau perbuat.
Abu Nawas adalah seorang Yatim yang lahir di Ahwaz, Irak. Tapi kemudian setelah sepeninggal ayahnya Abu Nawas dibawa oleh sang ibunda tercintanya ke Baghdad yang saat itu merupakan kota besar dan terpelajar zaman itu. Di sana Abu Nawas dibesarkan dan mendapat pelajaran yang lebih banyak.
Sang ibu menyekolahkan Abu Nawas untuk belajar ilmu-ilmu agama. Disana Abu Nawas diajari dan di beri pemahaman terkait ilmu Al-Qur'an seperti Fiqih, Hadist, pula ajaran Sufisme. Dari beberapa ajaran yang telah dipelajari, Abu Nawas sangat menonjol dalam hal literaturnya. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan Walibah ibnu Habib Al-Asad. Walibah sangat terampil dalam kebahasaan, sehingga ia mengajari Abu Nawas terkait Bahasa, disana Abu Nawas diajari untuk memperhalus Bahasanya. Kemudian setelah beranjak dewasa dia melakukan perjalanan e kufah untuk bertemu dengan orang Arab Badui, Tempat dimana Bahasa yang digunakan masih tergolong murni, disana Abu Nawas belajar lebih dalam kepada penduduk setempat terkait kebahasaan.
Dari menempuh ilmu berbahasa yang baik dan benar di Kufah, akhirnya Abu Nawas mulai menerbitkan karya dan terkenal menjadi seorang sastrawan cemerlang dengan menghadirkan karya literatur jenaka dan lucu. Bahkan seorang Khalifah ke-5 dari Bani Abbasiyyah, Khalifah Harun Ar-Rasyid mengangkat Abu Nawas sebagai orang kepercayaannya.
Setelah menerbitkan karya yang luar biasa tersebut adakalanya Abu Nawas ingin menempuh pendidikan lebih lanjut hingga bergurulah dia kepada Labban bin al-Hubab. Namun, sayangnya setelah ia berguru kepada Labban bin Al-Hubab dia turut serta mendapat pengaruh buruk, baik dari ajaran juga kehidupan sosialnya.
Seperti, di sana dia diajari tentang mabuk-mabukan, hingga akhirnya mengubah kebiasaan positifnya. Dan mulai dari sana pula kehidupan yang ia lalui banyak yang bertetangan dengan ilmu-ilmu agama, dia menjadi seorang pemabuk, jarang sholat, dan hanya mementingkan urusan duniawi. Bahkan, hal tersebut selalu ia lakukan hingga hampir menjelang akhir hayatnya. Ada satu kisah terkenal yang Abu Nawas tulis sendiri terkait perilakunya tersebut
" خطبنا إلى الدهقان بعض بناته # فزوجنا منهن في خدره الكبرى
وما زال يلغي مهرها ويزيده # إلى أن بلغنا منه غايته القصوى
Aku melamar seorang putri (arak) dari pedagang arak
Maka, ia menikahkanku dengan anaknya dalam keadaan mabuk kepayang
Pedagang itu menaikkan maharnya (harganya) dan terus menambahnya
Hingga, kami sampai pada tujuannya yang paling tinggi"
Dari terjemahan tersebut terdapat motif mengapa Abu Nawas menuliskan syair tersebut, sebetulnya Abu Nawas sangat mencintai arak sebagaimana ia ingin menikahi arak tersebut. Dalam syair yang lain, Abu Nawas bahkan marah apabila ada yang mengatakan bahwasanya arak merupakan suatu yang haram hukumnya dalam Islam.
[Aiska]
KOMENTAR