![]() |
- Foto M. Quraish Shihab (Sumber : nuonline.co) |
Berbuka dan doa yang kita lantunkan memiliki makna yang begitu mendalam, sebagaimana dijelaskan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau terkenal dengan sebutan Gus Baha.
Melalui channel YouTube Najwa Shihab yang berjudul "Bersama Gus Baha, Memaknai Do'a Berbuka Puasa", dipaparkan seorang ulama yang menjalani hidup untuk menunaikan ibadah dari fardu yang satu menuju fardu selanjutnya.
Baca Juga : Mengenal Ibadah Puasa Lintas Agama Dunia
Begitu pula saat berpuasa, seseorang menjalani harinya dengan penuh ibadah dan ketakwaan. Rasa lapar yang dirasakan, seseoarang akan bertadhorru' (merendahkan diri) sebagai jalan ninja merasa lemah dihadapan Allah. Saat berbuka, menjadi kenikmatan lalu memuji dan puncaknya bersyukur kepada Allah.
Selain ketakwaan, menurut mufassir Indonesia, Quraisy Shihab menerangkan, ibadah puasa juga sebagai bentuk syukur. Menerima yang sedikit dan menganggapnya yang banyak, memberi yang banyak dengan menganggapnya sedikit.
Sebagaimana dalam Q.S Al-Baqarah [2]: 185. ".......Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur".
Bentuk syukur menurut Quraish Shihab, diawali dengan membaca istighfar sebelum doa berbuka puasa. "Aku memohon ampun kepada Allah, kami memohon kepada-Mu surga dan kami berlindung kepada-Mu dari (siksa) neraka”.
Baca Juga : Tingkatan Puasa Menurut Imam Ghazali
Istighfar dimaknai untuk memperbarui keimanan seseorang. Selain itu, mengingatkan kita akan rasa nikmat dan syukur yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya.
Saat berbuka kita seringkali menyajikan banyak makanan, apakah hal tersebut berlebihan?
Menurut Gus Baha, hidangan berbuka yang melimpah bagian dari cara menservis kelonggaran pada anak-anak bahkan untuk orang dewasa dan orang tua terhadap apa yang diinginkannya.
Baca Juga : Puasa Ramadan Sebagai Media Memperbaiki Karakter
Sebagian masyarakat menganggapnya sebagai fenomena yang berlebihan. Namun, berbeda dengan perspektif Gus Baha. Beliau menafsirkan, banyaknya menu berbuka mempunyai nilai kearifan tersendiri yaitu memberi rezeki kepada para pedagang.
Variasi makanan saat berbuka bukan sebagai pelengkap nafsu belaka. Akan tetapi perlu diganti niatnya sebagai farhah (kebahagiaan) karena telah berhasil melewati puasa. Quraisy Shihab memperkuatnya dengan menceritakan maqolah salah satu ulama Mesir.
"Makan yang mewah adalah sogokan perut untuk nafsu" untaian tersebut memberi pelajaran bahwa dalam mengkonsumsi makanan yang menarik dan menggiurkan tidak hanya dapat dipandang dari segi sisi makanan. Tetapi bagaimana hidangan tersebut mampu membawa pada kegembiraan tanpa maksiat.
[Ayu Sugiarti]
KOMENTAR