![]() |
Sumber: Istimewa |
Jutaan sarjana lahir setiap tahunnya dengan balutan senyum kebanggaan dan kebahagiaan. Menenteng selembar ijazah dan mengenakan toga di momen wisuda. Setelah empat tahun menempuh lika-liku bangku perkuliahan, akhirnya bisa menghirup udara kebebasan dunia nyata.
Sebuah perjuangan panjang untuk bisa menyandang title sarjana, berharap bisa melahirkan kehidupan masa depan yang mapan. Bisa mencari dan mendapatkan pekerjaan dengan mudah, memperoleh gaji yang besar bahkan memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.
Faktanya menjajaki realitas kehidupan para sarjana bukanlah hal yang gampang. Betapa sulitnya saat ini orang-orang mencari pekerjaan. Para sarjana harus bersaing dengan lulusan kampus lain dan tingkat pendidikan lainnya. Sementara jumlah lowongan pekerjaan tidak berbanding lurus dengan pencari kerja.
Sehingga pengangguran masih menjadi problem dan dilematis yang belum terselesaikan. Bahkan dialami oleh para sarjana yang dinilai memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni. Berdasarkan data dari badan pusat statistika, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 5,45 persen.
Selain pengangguran yang masih menjamur, mereka juga dihadapkan dengan permasalahan ekonomi global mulai dari ancaman resesi hingga badai pemutusan hubungan kerja (PHK). Dataindonesia, jumlah karyawan startup di dunia yang terkena PHK sebanyak 204.665 orang sejak 1 Januari - 3 Mei 2023.
Keadaan ini semakin menjadi jalan terjal bagi para sarjana pencari kerja. Badai PHK mempersempit kesempatan mereka untuk mengeksplor kemampuan diri di dunia kerja.
Tantangan Sarjana Masa Kini
Realitas sarjana tidak hanya berhenti pada dunia kerja. Selepasnya dari dunia akademik mereka juga memiliki peran dalam kehidupan bermasyarakat sebagai agent of change, social control dan iron strok. Bagaimana mereka mengimplementasikan keilmuan yang dimiliki untuk bisa menjawab tantangan yang terjadi.
Tantangan yang dihadapi oleh sarjana masa kini pun semakin kompleks. Laju perkembangan zaman begitu cepat, teknologi semakin maju, problem ekonomi global, isu lingkungan hingga masalah kemanusiaan masih merebak dimana-mana.
Apakah dengan selembar ijazah mampu menjawab problem yang ada?
Mengenyam pendidikan di bangku kuliah bukan hanya soal kuantitas akademik. Namun bagaimana kita memanfaatkan kampus yang menjadi laboratorium untuk mengembangkan kualitas pengetahuan dan skill selama menjadi mahasiswa.
Pasalnya labelitas saja tidaklah cukup sebagai pertahanan berkelanjutan. Untuk menghadapi tantangan zaman yang begitu kompleks, membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan mentalitas yang mumpuni.
Keadaan ini menjadi bukti nyata jika kita tidak bisa bersandar pada satu keilmuan saja. Problem dan keadaan yang kompleks mendorong kita untuk lebih dinamis dalam berpengetahuan dan berketerampilan. Sekaligus sebagai modal bagai para sarjana untuk survive dan hidup berkelanjutan.
Selain itu, sarjana juga memiliki peran sebagai agen of change atau agen perubahan bagi kehidupan masyarakat. Jika bersandar dengan titel dan selembar ijazah tidaklah cukup. Namun kita butuh pengetahuan, skill dan mentalitas yang kuat.[Gita].
KOMENTAR