Sumber gambar : id.pinterest.com |
Dari semua pertanyaan yang dibahas di bidang psikologi, yang saat ini masih menjadi perbincangan adalah masalah plastisitas manusia atau kapasitas manusia untuk berubah. Secara dialektis paradigma plastisitas manusia sudah sering menjadi pembahasan di sepanjang literatur psikologi. Namun terkait teknik dan strategi untuk menerapkan perubahan dan pengembangan diri sampai saat ini masih menjadi pertanyaan bagi setiap orang.
Membicarakan soal plastisitas, perubahan paling berdampak dan tahan lama terjadi pada tingkat kebiasaan kita. Proses mengganti kebiasaan buruk dengan yang baik tentu saja bukanlah tugas yang mudah. Seiring bertambahnya usia, kebiasaan semakin mendarah daging sehingga kita mungkin bertanya-tanya "Apakah kita yang memiliki kebiasaan kita atau kebiasaan yang menguasai kita?" (Michael Mahoney, Konstruktif Psikoterapi).
Mengubah kebiasaan membutuhkan sikap proaktif dari diri kita sendiri, dan melakukan pembelajaran untuk memperkenalkan hal-hal baru ke dalam hidup kita. Proses pembelajaran membutuhkan paparan kebaruan. Seperti mengeksplorasi dan bereksperimen cara baru dalam berinteraksi baik dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan kita karena tanpa kebaruan tidak akan ada perubahan.
Dalam proses pembelajaran dan pembaruan ini, yang seringkali diabaikan adalah efek pengenalan kebaruan terhadap kehidupan kita. Seperti yang dikatakan Mahoney, perubahan signifikan dapat dilihat sebagai proses di mana kita "memecahkan dan memperbaiki struktur kehidupan kita sendiri" (Michael Mahoney, Konstruktif Psikoterapi).
Proses yang dimaksudkan seperti, saat kita memecahkan pola perilaku mal adaptif dan mulai bereksperimen dengan yang cara baru. Tahap dialektika perubahan ini mungkin akan berjalan tidak teratur, namun bentuk gangguan atau pun kendala dapat memicu munculnya pola interaksi baru yang berpotensi lebih adaptif dengan diri sendiri dan lingkungan.
Sifat proses perubahan yang tidak teratur dan membingungkan seringkali menjadi alasan mengapa perubahan begitu sulit dilakukan. Pecah atau berubahnya struktur kehidupan kita akan menimbulkan perasaan cemas, ketidakpastian, keraguan, dan ketakutan.
Namun jika kita menyadarinya, perasaan tersebut tidak menandakan ada sesuatu yang salah dengan diri kita, melainkan hal wajar dalam proses perubahan. Sifat perubahan yang tidak teratur juga berdampak pada kecepatan perubahan itu sendiri. Jika merubah dengan cepat dari kebiasaan kita, mungkin permasalahan yang muncul juga akan kompleks.
Dalam proses perubahan pun tidak selalu berjalan secara linier dan konsisten. Sebaliknya, perubahan adalah proses dinamis sehingga sangat memungkinkan untuk terjadi perubahan kecil maupun lompatan yang besar. Tentunya selalu diselingi dengan osilasi antara cara lama kita dan kebiasaan baru yang kita coba bentuk.
Dalam menjalin proses perubahan, mungkin kita akan menemui fase puncak dimana kita benar-benar menginginkan perubahan secara total. Adanya kecenderungan untuk ingin mengendalikan semua bidang kehidupan kita, untuk memperbaiki semua kekurangan kita, dan untuk melepaskan diri dari semua kelemahan kita.
Hidup, bagaimanapun tidak pernah begitu sederhana dan transformasi diri mengharuskan kita belajar tidak hanya bagaimana berubah, tetapi sama pentingnya bahwa kita belajar mempraktikkan seni penerimaan dalam menghadapi hal-hal yang tidak dapat kita ubah. [Gita Fajriyani]
KOMENTAR