Menjadi Penafsir Al-Qur'an tidak bisa secara sembarangan memaknai sesuai dengan keinginan pribadi. Namun dalam menafsirkan AL-Qur'an ada kriteria tertentu yang perlu diimplementasikan. Salah satunya tidak bertentangan dengan sunnah sunnah Nabi.
Dalam menafsirkan Al-Qur'an, ada ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seseorang mufasir. Diantaranya ilmu Nahwu, Shorof, Balaghoh, Bahasa Arab, Ushul Fiqh dan lain sebagainya. Untuk menjadi seorang mufassir tidaklah harus orang Arab, namun siapa saja selama memenuhi syarat syaratnya. Salah satunya adalah Tokoh Mufassir Indonesia diantaranya;
1. Kiai Sholeh Darat
Kiai Sholeh Darat memiliki nama lengkap K.H Muhammad Salah Bin Umar As-Samarani. Beliau lahir pada tahun 1820 di Kedung Cempleng Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Saat muda beliau sudah belajar di Makkah dan berguru pada para ulama besar seperti Syekh Muhammad al Muqri, Syekh Ahmad Nahrawi, Sulaiman Hasbullah al-Makki, dan Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan.
Banyak Ilmu yang beliau tekuni diantaranya ilmu Fiqh, Nahwu, Shorof dan kitab kitab yakni kitab Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Minhaj al-Qawwim, Syarah al-Khatib dan Fath al-Wahab. KH Sholeh Darat juga belajar Tafsir al-Jalalain karya Imam Suyuti pada Kiai Raden Haji Muhammad Sholeh bin Asnawi Kudus.Tafsir Faidhur Rahman menjadi karya Tafsir pertama di Nusantara.
2. Bisri Musthafa
Mashadi atau lebih dikenal dengan nama Bisri Musthafa lahir Pada tahun 1914 di Rembang Jawa Timur. Semasa hidupnya beliau menempuh pendidikan di Sekolah Ongko Loro (Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar untuk Bumi Putera). Kemudian beliau mengaji di pondok pesantren Kasingan, Rembang di bawah bimbingan Kiai Kholil. Belau juga berguru pada Syaikh Ma'shum Lasem, Kiai Dimyati Tremas, Pacitan, Jawa Timur dan Kiai Ma'shum Lasem.
Selain dikenal sebagai seorang budayawan ataupun seniman, beliau juga menjadi salah satu tokoh mufasir terkemuka di Indonesia. Al-Ibriz li Ma’rifat Tafsir Al-Qur’an al-Aziz yang berjumlah 30 juz menjadi karyanya yang paling populer.
3. Buya Hamka
Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab disapa Buya Hamka, lahir pada 1908. Sejak sekolah beliau dikenal sebagai sosok yang pandai dan mahir dalam berbahasa arab. Saat melanjutkan pendidikan ke Thowalib, Buya Hamka mulai menghafal kitab-kitab klasik, Nahwu, shorof dan ilmu Arudh.
Di usia 16 tahun beliau sudah berkelana mencari ilmu. Termasuk belajar di Makkah dan belajar Sejarah Islam juga Sastra secara otodidak. Selian itu, Hamka juga merantau ke Yogyakarta untuk mempelajari Pergerakan Islsm Modern kepada berbagai tokoh Indonesia seperti Ki Hadikusumo, H.O.S Tjocroaminoto, H. Fakhruddin dan K.I Hadikusumo.
Buya Hamka selain sukses dalam kacah perpolitikannya, ia juga dikenal sebagai seorang penulis buku yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang telah difilmkan. Selian itu tokoh agamawan ini juga menyandang gelar mufasir. Tafsir Al-azhar menjadi karyanya yang paling disorot.
4. Quraish Shihab
Bernama lengkap Muhammad Quraish Shihab, lahir pada 16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi Selatan. Setelah sekolah dasar ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Darul Hadits Falaqiyyah, Malang. Kemudian ia dikirim oleh ayahnya di Universitas Al-Azar di Cairo Mesir dan mengambil jurusan Tafsir dan Hadits. Di sinilah beliau mulai menekuni keilmuan tafsir.
Ia dikenal sebagai seorang pakar tafsir kontemporer. Dari beberapa karyanya di bidang tafsir, Tafsir Al-Misbah yang terdiri atas 15 judul menjadi karyanya yang paling monumental.
Itulah tokoh-tokoh mufasir Indonesia, yang karya-karyanya juga bisa kamu jadikan referensi. [Riska Apriliza]
KOMENTAR