Hayy ibn Yaqzan sebuah kisah filosofis dari seorang filsuf muslim Ibn Thufail. Menceritakan Hayy, seorang bayi yang kelahirannya disebut karena ada dua alasan. Pertama ia terbentuk dari campuran air dan tanah kemudian dimasuki jiwa manusia. Kedua, ia lahir dari pernikahan rahasia antara raja dengan saudara perempuan raja lainnya di luar pulau. Lantaran takut pada raja, akhirnya bayi itu dimasukkan ke dalam peti dan dibiarkan terapung di atas laut, kemudian terdampar di antara pulau-pulau.
Hayy kemudian diasuh oleh seekor rusa yang kehilangan bayinya. Ia hidup di lingkungan antara binatang namun tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya. Selama fase hidupnya Hayy mengalami gejolak saat seekor rusa meninggal. Hayy menyelami proses berpikir.
Hayy mencari tahu penyebab kematian rusa dengan membedah tubuh rusa tersebut. Namun rasa keingintahuannya belum terjawab, ia kemudian membedah tubuh hewan lain yang telah mati untuk membandingkannya. Dalam prosesnya ia memahami suatu hal, ada sesuatu yang menggerakkan jasad setiap makhluk hidup, yakni ruh.
Setelah menemukan hal tersebut, Hayy mulai membaca keadaan lingkungan sekitarnya. Ia dapat mengelompokan hewan dan tumbuhan sesuai jenis ataupun spesiesnya. Mengerti pergerakan hari, ketika siang ada matahari namun ketika malam matahari hilang dan muncullah bulan.
Akhirnya Hayy memahami apa yang ia perhatikan selama ini tidaklah berjalan dan hidup dengan sendirinya. Selalu ada sebab akibat dan ada sesuatu yang geraknya atau wujudnya tidak disebabkan oleh suatu apapun. Ia memiliki kehendak untuk menggerakkan adalah Zat yang Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Sempurna.
Sebuah Dialektika
Pengetahuan adalah sebuah proses pencarian salah satunya melalui jalan pikiran. Membaca dan memahami dengan rasionalitas penuh dan proses dialektika untuk menemukan kebenaran.
Layaknya di era informasi seperti sekarang, kita tidak bisa menganggap apa yang kita temukan di internet sebagai sebuah kebenaran mutlak. Barangkali yang kita temui hanyalah sebuah kepingan infromasi, dimana kita perlu mencari kepingan lainnya. Proses dialektika dengan membaca sumber lain, berdialog dengan orang dan sebagainya sebagai jalan untuk mencari kebenaran.
Begitupun proses menyadari dan memahami sebuah fenomena dan alam semesta. Kekuatan akal menjadi salah satu alat tempur manusia untuk memahami realitas. Terhadap apa yang terjadi, menyeleksi antara benar dan salah, bagaimana kita bersikap dan bertindak dengan kesadaran dan pengetahuan.
Melalui akal kita dapat melakukan proses penalaran dan dialektika terhadap keadaan disekitar kita. Dimana hal ini menjadi sebuah proses berpengetahuan dalam hidup manusia.
Sebagaimana yang dilakukan Hayy ibn Yaqzan, membedah tubuh hewan satu dengan hewan lainnya sebagai proses dialektikanya terhadap apa yang ingin ia ketahui. Hayy terus melakukan proses percobaan secara empiris dan melakukan penalaran menggunakan akalnya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
Kekuatan akal juga dijelaskan oleh pemikir muslim Al-Jabiri melalui konsep epistemologinya yang terbagi menjadi tiga aspek yakni bayani, irfani, dan burhani. Terdapat tiga jalan untuk mendapatkan pengetahuan, salah satunya menggunakan kekuatan rasio atau akal (burhani). Kekuatan ini bersumber pada realitas baik dari alam, sosial, humanitas ataupun keagamaan.
Aspek burhani sepenuhnya bertumpu pada kemampuan intelektual manusia, dalam upaya meraih pengetahuan tentang alam semesta, baik melalui panca indera, akal atau rasio, hingga bagaimana pengalamannya.
Dalam hal ini akal manusia menjadi alat untuk mengoptimalkan daya pikir yang menjadi keistimewaan makhluk bernama manusia. Manusia yang berpikir dan berpengetahuan. [Dian Ananda Permata]
KOMENTAR