"Tolong, Terima Kasih, Maaf" menjadi sesuatu yang tidak lepas dari keseharian kita terutama dalam wilayah etis. Pasalnya tiga hal ini menjadi sebuah simbol relasi antar persoal maupun secara sosial yang baik sekaligus sebagai implementasi karakter seseorang. Namun dalam realitasnya, kata-kata sederhana ini masih sulit dilakukan dalam sebuah situasi.
Maaf, misalnya. Dalam situasi bersalah terkadang seseorang sulit untuk meminta maaf, dengan berbagai alasanya. Hal ini biasanya terjadi karena dua alasan. Pertama, seseorang tidak cukup peduli tentang orang lain perihal ketidaknyamanan emosional. Kedua, seseorang menganggap permintaan maaf tidak akan berarti apa-apa.
Mengakui sebuah kesalahan dan menawarkan permintaan maaf mempengaruhi emosional seseorang. Menawarkan permintaan maaf menandakan seseorang telah menyakiti orang lain dengan cara tertentu, yang dapat menimbulkan perasaan malu.
Orang yang sulit meminta maaf biasanya memiliki perasaan rendah diri yang kuat sehingga ego mereka tidak dapat menerima pukulan untuk mengakui kesalahan. Jadi mekanisme pertahanan muncul secara tidak sadar dan mereka dapat mengeksternalisasi kesalahan apa pun bahkan memperdebatkan fakta-fakta dasar untuk menangkal ancaman harus merendahkan diri dengan menawarkan permintaan maaf.
Ketika mereka menggandakan kesalahan mereka dengan menyalahkan keadaan, menyangkal fakta, atau menyerang orang lain membuat mereka merasa diberdayakan atau memiliki kekuatan daripada direndahkan. Begitupun dengan orang lain yang menafsirkan sikap defensif tersebut. Padahal yang terjadi sebaliknya.
Dalam beberapa situasi terkadang kita menyerang balik hal tersebut hingga membuat sebuah perdebatan tanpa alasan yang logis. Tidak jarang dapat menyerang pribadi masing masing. Dan tindakan tersebut bukanlah sebuah penyelesaian masalah.
Ego dan Karakter
Dalam hal meminta maaf, kita menempatkan ego dalam sebuah prioritas. Hal ini membuat kita berspekulasi ke arah yang negatif, misalnya merasa di rendahkan, malu dan sebagainya hingga membuat ego kita semakin kuat. Kondisi ego yang kuat membuat kita sulit mengontrol diri kita, dalam hal berpikir, bersikap, bertindak bahkan dalam mengambil sebuah keputusan.
Ego dan emosional yang tinggi justru membuat diri kita tidak bisa berpikir rasional dan cenderung membuat suatu keputusan yang keliru. Termasuk bagaimana kita menyikapi sebuah permasalahan.
Padahal meminta maaf adalah salah satu bentuk kesadaran terhadap diri kita dan terhadap apa yang kita lakukan. Maaf bagian dari proses memahami dan mengetahui realitas diri kita. Maaf bagian dari tanggung jawab karakter seseorang.
Karakter mampu memperbaiki hubungan baik bukan hanya dalam lingkup sosial, namun juga diri kita. Bagaimana kita menjadi sadar dan menyadari pentingnya sebuah proses belajar. [Gita Fajriyani]
KOMENTAR