Penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan presentasi penggunaan gawai pada anak di bawah umur 1 tahun sebesar 3,5 persen, kemudian pada balita sebanyak 25,9 persen, dan anak pra sekolah usia 5-11 tahun sebesar 47,7 persen. Selanjutnya hasil riset dari mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Moh Nasir menunjukkan 12 persen dari jumlah pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak dengan estimasi waktu sekitar sembilan jam per hari.
Data tersebut menujukan bahwasanya pengguna internet saat ini banyak dilakukan oleh generasi alpha. Sebagaimana dikemukakan oleh Mark McCrindle melalui artikelnya di majalah Bussiness Insider, generasi alpha ini terdiri dari anak-anak yang dilahirkan oleh generasi milenial dalam rentang tahun 2011-2025. Generasi yang lahir di era mapannya teknologi.
Penggunaan internet di kalangan generasi alpha secara tidak langsung telah menimbulkan polemik. Pasalnya pengguaan internet di kalangan anak-anak tanpa adanya pengetahuan, filterisasi, pengawasan maupun kontrol akan memberikan pengaruh pada pola hidup, tingkah laku, bahkan psikologi mereka.
Kita bisa melihat bagaimana perubahan pola hidup anak anak sebelum dan sesudah mapannya teknologi. Dunia anak-anak biasanya dipenuhi dengan dunia bermain yang dijadikan sebagai media untuk belajar. Misalnya sebelum adanya internet anak-anak gemar bermain permaian konvensional seperti petak umpet atau bermain bola dengan teman sebayanya.
Permainan tradisional seperti ini pada dasarnya sebagai media anak-anak untuk belajar bagaimana caranya berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya. Kemudian dari hal tersebut mereka juga belajar untuk mengenal dan beradaptasi secara langsung dengan lingkungan sekitar.
Namun setelah hadirnya teknologi, para generasi alpha menjadikan gawai sebagai sarana hiburannya. Mereka lebih suka bermain game online, sosial media ataupun menonton konten hiburan melalui platform digital seperti YouTube. Pola interaksi pun semakin berubah, mereka lebih aktif di dunia maya kemudian sekiranya berkumpul, digunakan untuk bermain game online bersama (mabar).
Akibat dari penggunaan gawai yang berlebihan pada generasi alpha, di mana hampir seluruh waktunya digunakan untuk bermain media sosial ataupun game online dapat memicu Nomophobia atau no mobile phone phobia. Kondisi di mana seseorang akan merasa cemas yang berlebihan di mana kondisi ini diakibatkan oleh ketergantungan terhadap gawai.
Menurut salah satu Anggota Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI), Ferdiana Suniya Prawesti, ketergantungan pada gadget dapat memperlambat tumbuh kembang anak-anak. Seperti halnya belum bisa berbicara sesuai perkembangan usianya ataupun melemahnya daya kreativitas anak-anak.
Pasalanya pola interaksi di dunia maya akan membuat anak-anak cenderung individualis. Mereka jarang berinteraksi dengan orang secara lansung sehigga mereka tidak mengenal lingkungannya. Kemudian kecakapan berinteraksi juga melemah. Tidak jarang anak-anak merasa takut untuk bertemu orang lain dan merasa tidak percaya diri. Selain itu, daya kreativitas mereka melemah lantaran waktu belajar digunakan untuk bermain gawai. Akhirnya mereka tidak menemukan sesuatu yang baru.
Lalu apakah hal ini akan terus berlanjut?
Melihat fenomena ini, bagaimana para generasi alpha yang telah terjebak ke dalam candu teknologi, yang membuat mereka kehilangan dunia beserta jati dirinya. Hal ini mengingatkan pentingnya pendidikan orang tua dan orang-orang di sekitarnya.
Bagaimana orang tua memberikan edukasi maupun melakukan pengawasan dan kontrol terhadap anak-anak. Di sisi yang lain kita tidak bisa menjauhkan sepenuhnya mereka dari internet atau teknologi. Namun bagaimana penggunaan gawai bisa tepat dan sesuai porsi dan kebutuhan anak-anak.
Kemudian adanya keseimbangan pola hidup masa anak-anak, antara dunia digital mereka dengan realitas mereka yang sesungguhnya. Dunia realitas adalah dunia belajar anak-anak yang membantu proses pertumbuhan secara intelektual, karakter maupun mentalitas anak-anak.
Selain itu, sebagi orang tau maupun orang di sekitarnya juga perlu membangun lingkungan hidup yang sehat. Bukan hanya kita memberikan edukasi secara langsung tentang bagaimana cara berinternet yang baik. Melainkan kita juga perlu mengedukasi diri kita agar memberikan cotoh perilaku yang baik terhadap anak-anak. Pentingnya pembanguan pendidikan sejak dini, mengingat anak-anak ini modal emas bagi regenerasi kehidupan selanjutnya. [Zaqia]
KOMENTAR