Ada beragam alasan di balik keputusan pasangan menikah untuk tidak mempunyai anak. Responsible Demographics, sebuah organisasi yang berfokus pada kampanye penurunan angka kelahiran di Perancis melaporkan, dalam 10 tahun terakhir semakin banyak anak muda yang tergerak mengambil pilihan tanpa anak, dengan alasan menyelamatkan lingkungan. Organisasi ini menyorot ancaman kelebihan populasi dan konsekuensinya bagi lingkungan. Semakin banyak manusia, maka semakin banyak karbon CO2 yang dikeluarkan, sehingga akan memperburuk perubahan iklim.
Di Indonesia sendiri, fenomena childfree sedang menjadi sorotan khalayak ramai setelah influencer Gita Savitri bersama pasangannya secara terbuka melalui akun YouTube pribadinya mengutarakan keinginanya untuk tidak memiliki anak atau childfree. Dengan alasan memiliki anak dan menjadi orang tua adalah sebuah tanggung jawab dan pilihan yang besar. Keputusan ini lantas menjadi diskusi publik.
Pasalnya di Indonesia fenomena childfree belum begitu ramah, karena hal ini bertolak belakang dengan paradigma tentang pernikahan yang selama ini dibangun oleh masyarakat. Di mana anak dalam sebuah ikatan pernikahan merupakan anugerah dengan anggapan banyak anak banyak rezeki. Selain sumber rezeki, tujuan menikah salah satunya untuk melanjutkan keturunan. Lalu bagaimana fenomena chlidfree jika dilihat dari sudut pandang agama Islam?
Dalam agama Islam salah satu pemahaman tentang kesiapan menikah karena sudah Aqil baligh. Aqil dimaknai sebagai kesiapan seseorang secara psikis atau batiniah seperti halnya dalam hal emosional, pemikiran, dan lain sebagainya. Sementara Baligh dimaknai sebagai kematangan secara fisik misalnya secara reproduksi, finansial, dan lain-lain. Dengan kata lain, aqil baligh menjadi bekal seorang muslim dalam melakukan pernikahan. Pasalanya kematangan secara fisik dan psikis salah satunya sebagai tujuan memperoleh keturunan.
Hal ini sejalan dengan tujuan pernikahan yang diuraikan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya I’lâmul Muwaqqi’in yang artinya, “Begitu pula dalam pernikahan, tujuannya adalah menjaga keberlangsungan jenis manusia, dan melahirkan keturunan yang saleh. Alasan ini secara hakikat juga menjadi alasan disyariatkannya pernikahan. Karenanya tidak mungkin terbayang adanya anak saleh tanpa pernikahan, sehingga menikah adalah sebab yang menjadi perantaranya. Anak saleh merupakan maksud syariat dan orang berakal. Jika tidak ada pernikahan, maka tidak akan ada anak saleh.” (Hasan Sayyid Hamid Khitab, Maqâsidun Nikâh wa Atsarihâ Dirâsatan Fiqhiyyatan Muqâranatan: 2009).
Memiliki keturunan dalam ikatan pernikahan dinilai sebagai bentuk ibadah sebagaimana dipaparkan oleh Imam al-Ghazali dalam magnum opusnya, Ihya' Ulumuddin. Menurut Sang Hujjatuh Islam, upaya memiliki keturunan (menikah) menjadi sebuah ibadah dilihat dari empat sisi. Pertama, mencari ridha Allah dengan menghasilkan keturunan. Kedua, mencari cinta Nabi Muhammad SAW dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan.
Bentuk ibadah selanjutnya yaitu mengharap berkah dari doa anak saleh setelah dirinya (orang tua) meninggal. Terakhir, mengharap syafaat sebab meninggalnya anak kecil yang mendahuluinya. Keempat sisi tersebut menjadi alasan pokok dianjurkannya menikah ketika seseorang aman dari gangguan syahwat, sehingga tidak ada seseorang yang senang bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak menikah.
Refleksi Fenomena Childfree
Berkaca dari fenomena childfree dapat menjadi refleksi seseorang, jika menikah bukan hanya sebatas mengikuti tren ataupun berdasar pada kuantitas usia. Namun bagaimana kesiapan baik secara lahir dan batin untuk kehidupan pernikahan. Selian itu, melihat juga bagaiman pentingnya pendidikan parenting dalam meningkatkan pola asuh anak.
Pasalnya kesiapan orang tau ataupun pola parenting juga bagaimana mempengaruhi kualitas seorang anak. Melihat orang tua adalah madrasah utama bagi anak-anaknya. Menjadi orang tua bukan hanya memerankan satu aktor tapi bagaimana orang tua mampu menjadi seorang guru, teman, psikolog, konsultan, ataupun lainnya. Generasi yang berkulitas ini menjadi modal bagi proses regenerasi bangsa ini. [Nayla]
KOMENTAR