Indonesia dikenal sebagai negara yang berbudaya, berbudi pekerti yang menjujung tinggi nilai-nilai kultural dan moralitas. Kita dapat menyaksikan keluhuran budi pekerti masyarakat yang termanifestasi dari cara orang yang lebih muda menghormati orang yeng lebih tua, baik dari perilaku maupun tutur bahasa yang digunakan. Saling membantu satu sama lain atau gotong royong, saling bertegur sapa saat bertemu, adalah contoh kearifan lokal bangsa Indonesia.
Namun tidak dapat dipungkiri, seiring perkembangan zaman menjadi tantangan tersendiri. Masuknya budaya asing dan hadirnya teknologi informasi telah menggeser kultur yang sudah tertanam selama ini. Bagaimana mereka meniru budaya asing yang masuk melalui media informasi maupun media sosial. Misalnnya dari cara berpakaian, bahasa, ataupun perilaku yang mereka tampilkan sehari-hari lebih ke arah barat-baratan (westernisasi).
Derasnya arus globalisasi ini, tidak hanya menyerang masyarakat di wilayah perkotaan saja, bahkan sudah merambah ke masyarakat desa. Sebelumnya masyarakat di desa memiliki kultur yang cukup loyal, misalnya mereka sering kali berkumpul untuk musyawarah, atau interaksi sosial, tradisi menjenguk orang sakit ataupun melahirkan. Bagaimana anak-anak menghormati orang tua dengan menggunakan unggah-ungguh bahasa ketika berbicara dengan orang tua, tidak memotong pembicaraan, tidak mendahului orang yang lebih tua saat berjalan dan lain sebagainya.
Globalisasi dan modernisasi yang kian merambah pada masyarakat desa telah menggeser tatanan yang sudah ada tersebut. Bagaimana masyarakat desa mulai mengikuti gaya hidup, berpakaian, berbahasa, dan tingkah laku yang bukan mencerminkan jati diri bangsa.
Selain itu digitalisasi seperti munculnya gadget dan media sosial membuat kultur sosial masyarakat desa semakin luntur. Biasanya kita melihat kebiasaan anak muda yang tinggal di desa berkumpul bersama dalam wadah remaja mesjid ataupun karang taruna. Namun kebiasaan tersebut sedikit bergeser, di mana banyak anak muda yang lebih tertarik menghabiskan waktunya di depan layar gadget daripada bermain media sosial maupun game online.
Akibatnya, sikap individualis sudah banyak menyerang masyarakat yang tinggal di pedesaan. Kulitas untuk bersosialisasi kian menurun, sekalin berkumpul lebih banyak digunakan untuk bermain game bersama daripada membicarakan hal-hal esensial atau penting.
Karena banyak waktu yang terforsir dan terfokus bermain game online maupun media sosial, terkadang masyarakat menjadi abai terhadap yang terjadi di sekitarnya. Misalnya tidak menyapa orang yang lewat di sekitanya, tidak saling berkomunikasi walaupun duduk bersama ataupun tidak merespon saat dipanggil orang tua.
Pendidikan Karakter Melalui Budaya Tutur Menutur
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukan penduduk yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 populasinya mencapai 27,97 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Di mana populasi penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Z.
Generasi muda inilah yang nantinya akan memegang kendali bangsa ke depan. Sebagai bekal, modal intelektual saja tentu tidaklah cukup, melainkan perlunya sikap yang luhur. Bekal ini dapat dipupuk melalui pendidikan karakter dari lingkungan terdekat salah satunya caranya.
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya, sikap loyalitas masyarakat desa begitu kental melalui budaya tutur-menutur. Tutur-menutur tidak hanya diartikan dalam konsep permitosan. Melainkan bagaimana masyarakat desa menjalin komunikasi satu sama lain dalam bahasa tradisi.
Biasanya dalam tradisi leluhur masyarakat desa, tutur-menutur menjadi bentuk pendidikan verbal orang tua kepada orang yang lebih muda. Tutur-menutur sebagai bentuk kontrol, evaluasi ataupun pengawasan. Bagaimana cara orang tua memberikan berbagai petuah yang berkaitan dengan sikap, tingkah laku, cara padang, prinsip hidup yang kita kenal sebagai petuah. Komunikasi yang dikemas melalui bahasa tradisi yang sarat akan nilai luhur. Tutur menutur selain sebagai bentuk pendidikan karakter, di sini juga sebagai bentuk pelestarian budaya ataupun tradisi masyarakat yang sudah mengakar. [Aiz]
KOMENTAR