Di sebuah hari yang kesekian
Laut gelombang pasang
Dan suara bisikan pada karang:
"Manusia tak pernah sungguh-sungguh berjabat tangan."
Laut gelombang pasang
Dan suara bisikan pada karang:
"Manusia tak pernah sungguh-sungguh berjabat tangan."
Dan di sebuah kamar kecil di rumah terpencil
Pukul 00.00 dini hari, ketika kesunyian tak kunjung pergi
Seorang remaja 20-an tahun dengan balutan selimut terbangun dari tidurnya
Kaca jendela yang direkati hujan memburamkan pandangan matanya
Dan rintik air di atas genting masih tak sanggup dihitung
Teringat kembali mimpi-mimpi buruk malam itu
Tentang tangis anak-anak di lampu merah dan kolong jembatan,
Tentang jerit perempuan tua yang diperkosa semalaman,
Tentang rintih keluarga yang kehilangan rumah dan tanah kelahiran.
Angin yang berdesir menggetarkan tubuh
Sebuah tanya pun menggigil dalam dingin
Apakah janji-janji perdamaian pada sebuah kertas yang terstempel dan tertanda tangan akan bernasib sama seperti potret wajah pahlawan yang dipajang pada sebuah kelas perkuliahan?
Mungkinkah janji dan mimpi mampu menghidupkan manusia kembali?
Setelah tercium anyir darah yang tumpah dari sisa pemenggalan di Karbala
Setelah terdengar napas yang putus-putus di antara gema senapan di Gaza
Dan keesokan hari, segerombolan ababil di langit itu pun berseru:
"Sungguh tiada yang fana di dunia ini
Kecuali nafsu pada setiap hela napasmu."
Semarang, 2021
[Mahfud]
KOMENTAR