(I) Takbir untukKu
"ku" merayakan hari raya untukKu
aku siapa?
Ada yang bilang "aku" adalah "Aku"
yang ini, bukan yang itu
"Aku" yang selalu disembah di setiap embusan nafas
meski Aku tak membutuh.
yang butuh adalah "aku" yang itu...
"aku" Yang itu meng-ada sebab izin "Aku" yang ini...
"aku" Yang itu adalah percik untaian takbir
lalui Sabda dari "Aku": kun fa kana...
Maha Besar "Aku", sungguh kecil "aku"
Maha Suci "Aku", sungguh najis " aku"
(II) Tuhan dalam Opor Ayam(?)
Sayup redup di tengah intipan hilal
Al Maqtul merangkul Al Hallaj
Al Hallaj menggandeng Al Busthami,
Rangga Warsito Menemu Al Fansuri
Kata mereka andai hidup di era ini,
bukanlah hari raya, yang ditandai letupan petasan
ataupun kuning kaldu opor ayam
Apalagi baju baru mewah menawan
yang membuat liur teteskan perlahan
Hari raya, ialah setiap saat dan masa
Tatkala hati senantiasa menyaksi;
Tiadakan Tuhan selain Allah
Tiadakan Tuhan selain Dia
Tiadakan Tuhan selain Aku
Dan...kuakhiri;
menuju Hening dalam keindahan-Ku
...
Andaikan,
segala dukder petasan
dan kuningnya opor ayam
bisa benar-benar menghadirkan Tuhan dalam kemenangan,
Akankah mereka punggawa Tuhan,
temuiNya dalam semangkuk opor ayam?
(III) Pengganti Opor
Malam
Jalanan kota...
Sepanjang mata memadang dipenuhi roda-roda
Kilauan langit ramai akan warna dan rona
Mobil dan aneka makanan, komplit. Ada bahak dan tawa
Mari alih...
Bawah jembatan kota...
Sependek mata memandang seakan pejam
Iya, Gulita di sana.
Hanya lilin kecil dan obor, membumbung sedang dimainkan tangan mungil
Seraya berkata:
"Buk, inikah hari Raya (?) obor ini pengganti opor, ya?"
Mranggen, 12 Mei 2021
[Faidhumi]
Warga komunitas sastra Literada Semarang
KOMENTAR