Dok. Canva |
Bagi sebagian orang mengekspresikan emosi bukanlah suatu hal yang mudah. Beberapa di antara mereka harus berusaha dengan keras untuk mendeteksi apakah dirinya sedang senang atau sedih, marah atau jengkel, dan bentuk emosi lainnya. Seringkali ketika ditanya tentang bagaimana perasaannya, mereka cenderung tidak mengerti apa yang dirasakan. Tidak berhenti di situ, beberapa lainnya juga kesulitan untuk menangkap emosi orang lain ketika harus berbaur dengan orang di sekitarnya.
Dalam dunia psikologi, ketidakmampuan mengenali dan mengutarakan emosi ini disebut Alexithymia. Fenomena ini nyatanya dapat terjadi di lingkungan sekitar kita, lingkungan saya. Beberapa teman mengatakan kepada saya mengalami kesulitan ketika harus mengungkapkan apa yang dia rasakan. Pertanyaan “Apa yang sebenarnya kamu rasakan?” “Bagaimana perasaanmu?” seringkali malah membuat mereka bingung dan enggan menjawab. Tidak hanya lewat ucapan atau lisan, mengungkapkan dalam perilaku pun terkadang mereka tidak mampu.
Ketika kita dihadapkan pada kondisi yang demikian, banyak hal buruk yang mungkin saja terjadi kepada kita. Kecenderungan untuk merasa terbebani atau tertekan, mengalami kecemasan, depresi, atau bisa juga menurunkan sistem imunitas dan memicu munculnya penyakit. Selain itu, memendam emosi secara berlebihan bisa menjadikan kita kesulitan mengenal diri sendiri, keinginan, juga mengidentifikasi tujuan hidup kita.
Tidak bisa dipungkiri, emosi memang benar adanya dalam diri seseorang. Emosi sebagai bentuk pengalaman mental, sebuah perasaan yang menghasilkan respon fisik juga psikologis sehingga dapat mempengaruhi perilaku, tidak jarang menjadi tantangan sendiri bagi sebagian orang untuk mengungkapkanya. Bisa karena pikiran yang menghindari, tidak ingin mengakui, atau tidak dapat mengekspresikannya dengan tepat, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Beberapa orang memiliki alasan, motivasi, persoalan, atau pemikiran yang mendasari mereka untuk lebih memilih memendam sedang sebetulnya mereka tidak kesulitan untuk melakukannya. Mereka lebih memilih untuk menyembunyikan emosi atau perasaan yang dirasakan dengan sangat bervariasi. Terlalu sensitif, ketakutan menempatkan emosi di luar dirinya, pemikiran banyak mengungkapkan diri adalah hal yang tidak berguna, anggapan mengekspresikan emosi dapat memicu konflik, juga hasil luka masa lalu bisa saja menjadi penyebab orang enggan untuk mengekspresikan apa yang sebenarnya dirasakan.
Emosi sangat penting bagi manusia. Keberadaan emosi dalam diri membuat manusia dapat bertahan dalam hidupnya. Kita dapat merasakan apa yang kita kenal dengan cinta, peduli, kasih sayang, bangga, tertarik, kecewa yang membuat kita bisa mengerti hal-hal dalam hidup kita. Bisa dibayangkan jika seseorang tidak memiliki emosi, mungkin akan kesulitan menikmati hidupnya.
Sebagian emosi dengan berhasil diarahkan menuju arah yang positif, menggugah semangat sehingga menjadikan seseorang menjadi lebih bergairah dalam hidup. Akan tetapi, emosi yang tidak tersalurkan dengan baik akan merusak diri kita. Di sinilah peran pikiran berada. Emosi seharusnya tidak mengendalikan pemikiran kita, akan tetapi pemikiran lah yang harus memiliki kendali terhadap emosi.
Setiap orang, di setiap harinya selalu dihadapkan dengan berbagai macam rangsangan yang berpotensi membangkitkan reaksi emosional. Beberapa dari rangsangan ini juga ada yang memicu respon tidak pantas, ekstrim, atau tidak terkendali sehingga dapat menutup pintu produktivitas dan kesesuaian dengan fungsi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, ini juga akan berpengaruh terhadap kualitas pikiran, perilaku, dan interaksi seseorang.
Penting bagi kita untuk mengendalikan emosi. Pengendalian emosi atau kontrol emosi merupakan bagian dari regulasi emosi. Seorang dengan regulasi emosi yang baik akan menunjukkan ekpresi emosi yang positif. Kita akan mampu mengontrol emosi yang dirasakan dan melampiaskan dengan tindakan juga perilaku yang bisa diterima lingkungan.
Selain itu, peran kecerdasan emosional juga mampu mengatasi kesulitan mengekspresikan emosi. Setidaknya ada empat aspek dalam kecerdasan emosional yang perlu dimiliki untuk mencapai pengembangan diri. Hal ini menjadi sangat perlu untuk dimiliki mengingat peran emosi yang bukan sekedar ekspresi tapi juga berpengaruh pada kreativitas serta kualitas seseorang.
Pertama, kesadaran diri. Ini sebagai bentuk mengenali emosi sendiri dan bagaimana memberi pengaruh terhadap pikiran serta perilaku, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, serta kepercayaan diri. Ketika memiliki kesadaran pada diri, kita akan lebih mudah untuk mengatasi tekanan dan stres dalam berbagai persoalan. Kedua, manajemen diri. Dengan adanya manajemen diri, kita mampu mengendalikan perasaan dan perilaku, mengelola emosi dengan positif, serta dapat beradaptasi dengan perubahan.
Ketiga, kesadaran sosial. Tumbuhnya kesadaran sosial dalam diri akan membuat kita mampu memahami emosi, kebutuhan, dan memberikan perhatian kepada orang lain, menangkap emosi mereka, dan memberikan rasa nyaman secara sosial. Keempat, manajemen hubungan. Setelah kesadaran sosial, adanya manajemen hubungan dapat membuat kita tahu bagaimana mengembangkan dan memelihara hubungan baik, berkomunikasi dengan jelas, memberikan pengaruh terhadap orang lain, bekerja dalam tim, serta mengelola konflik.
Empat hal tersebut memberi peran penting dalam proses pengembangan kontrol emosi dalam diri seseorang baik untuk dirinya maupun lingkungannya. Biarpun demikian, kita bisa saja masih mengalami kecemasan-kecemasan. Keadaan khawatir serta gugup ini menjadikan seseorang merasa buruk. Jika saja memfokuskan kecemasan yang bersumber dari emosi diri ini dengan baik, maka ia akan tumbuh menjadi pemikiran-pemikiran yang kreatif. Dengan memfokuskan pada permasalahan dan mencari jalan keluar, kita akan menemukan pintu dari kebuntuan.
Menurut Abraham Maslow, salah satu tokoh psikologi yang merumuskan terkait hierarki kebutuhan, puncak dari kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri. Ketika kita mampu untuk mengenal dan mengekspresikan emosi kita dalam berbagai hal yang positif, maka kita berada pada puncak kebutuhan ini. Menerima dengan baik tentang siapa saya, apa mau saya, dan memiliki pandangan yang akurat tentang diri sendiri dan dunia luar merupakan cermin aktualisasi diri. Ketika mampu mencapai puncak bukankah kita juga akan menjadi manusia yang lebih produktif dan berkualitas?
[Devia]
KOMENTAR