Bagi seseorang yang belajar di lingkungan pondok pesantren pastinya tidak asing dengan lafal Wallahu A'lam. Lafal yang berarti bahwa hanya Allah lah yang lebih mengetahui ini biasanya diucapkan oleh Ustadz atau Kiai untuk menutup pembahasan atau pengajian.
Sebagaimana wasiat dari sahabat Abdullah bin Mas'ud yang menerangkan bahwa lafal tersebut sebenarnya merupakan sebuah jawaban. Yakni ketika diberi pertanyaan mengenai ilmu yang tidak dketahui, seseorang bisa menjawabnya dengan lafal tersebut.
Bukan hanya itu, lafal penutup lainnya yakni Wallahul Muwaffiq dan Wallahu A'lam Bish-shawab juga sering diucapkan oleh para Kiai atau Ustadz. Menurut salah satu ulama Madzhab Syafi'i, Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami, bahwa mengucapkan lafal tersebut sebagai bentuk kerendahan hati para ulama.
Berbeda dengan ulama di kalangan madzhab Hanafi bahwa hukum menggunakan kalimat Wallahu A'lam adalah makruh. Apabila pengucapan lafal tersebut diniatkan hanya untuk berdzikir maka bisa saja dihukumi sunnah. Namun jika diniatkan keduanya, yakni pengajian dan dzikir maka diambil hukum yang paling dominan.
Dikutip dari nuonline.com, bahwa pengucapan lafal Wallahu A'lam oleh para ulama menurut Syekh Ali Jum'ah terdapat hikmah yang tersembunyi di dalamnya. Pertama, sebagai bentuk pengakuan para ulama bahwa fatwa yang diutarakannya sangat terbatas.
Fatwa yang sudah disampaikan juga tidak segan diubahnya ketika menemukan sudut pandang lainnya. Kedua, sebagai bentuk pengakuan bahwa setiap fatwa mereka bersumber dari Allah SWT. Hal ini menjadi sikap kerendahan hati para ulama kepada dzat yang telah memberi petunjuk dalam menuntut ilmu.
Pada dasarnya, para ulama ketika menghukumi suatu permasalahan sesuai dengan lahiriah dan kasuistiknya. Sedangkan dibalik semua proses pembelajaran dari menuntut hingga pengaplikasiannya, hanya Allah lah yang mengetahui hakikatnya.
Hal ini disebutkan sebagaimana dalam kaidah fiqih, yakni “Kami menghukumi dengan sesuatu yang dhahir (lahiriah), dan Allah yang menangani seluruh yang tersembunyi (samar)”. Karena itulah ulama sangat berhati-hati dalam berfatwa ataupun menjelaskan sebuah ilmu pengetahuan.
Umi
KOMENTAR