
Apa kabar semestaku?
Kulihat hari ini kau tampak murung sekali
Sepertinya hujan baru saja mampir di pelupuk mata, ya?
Ada apa sebenarnya?
Bintang-bintang bertengkar berebut tahta lagi?
Apa rakyatmu kelaparan lagi?
Berceritalah padaku, Semesta
Aku mentarimu tidak akan pernah menyakiti
Mari duduk manislah disampingku,
Temaramkan peluhmu padaku
Beban kita sama dan tak berbeda, Semesta
Baru kemarin aku ingin memindah singgasana kita,
Agar hiruk piuk pusat tempat kita berdiri mulai surut,
Namun tak sedikit krikil tajam dilemparkan kepadaku
Belum usai kerikil tajam mengusikku
Pisau-pisau tumpul seperti tak pernah diasah seketika ikut mencaciku,
Aku rasa karena wabah dan cobaan silih berganti menerpa semestaku,
Aku disalahkan lagi,
Padahal aku mentarimu,
Tubuhku hanya satu,
Mengitari semesta satu hari pun aku perlu waktu,
Wahai Semestaku,
Hapuslah air matamu
Apa perlu aku suguhkan kopi untuk berdiskusi?
Sebagian rakyat pun berduka jua atas apa yang menimpamu
Dan aku yakin mereka siap menjadi pelipur laramu
Ini tugas kita menyelesaikan rangkaian cerita bersama
Bukan hanya rakyat saja yang menjadi dewa
Kamu tahu Semesta?
Menyatukan isi kepala manusia satu dengan lainnya tak semudah yang kukira,
Menyatukan isi kepala jutaan jiwa dari Sabang hingga Merauke,
Belum lagi banyak hambatan kala mengajak mereka maju sejahtera bersama,
Mari semesta kita lanjut diskusi dan membenahi luka dirimu lagi,
Mengenai rakyat dan bintang-bintang lainnya yang mengitarimu,
Biarlah, itu menjadi urusan kita nanti
Terpenting saat ini, pulih dan bahagia semesta kita semua terlebih dulu
[Rida Fahima]
KOMENTAR