![]() |
sumber:istimewa |
Mengapa puasa, menahan hawa nafsu, lapar, dan dahaga, menjadi kewajiban bagi kita sebagai umat Islam?
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, menyebutkan bahwa seseorang dapat bertanya mengapa puasa menjadi kewajiban bagi umat-umat terdahulu dan umat Islam hingga kini?
Begini jawabannya; Manusia memiliki kebebasan bertindak untuk memilih dan memilah aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks. Namun, kebebasan yang dimiliki tersebut bila tidak terkendalikan, dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya.
Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang diperlukan, bukan saja menjadikannya tidak lagi menikmati makanan atau minuman itu, akan tetapi juga menyita aktivitas lainnya jikalau enggan berbicara menjadikannya lesu sepanjang hari. Begitupun pula dalam masalah seksual juga sangat penting untuk pengendalian.
Esensi dari puasa adalah "menahan" atau "mengendalikan diri". Pengendalian ini lah yang sebenarnya diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok. Pengendalian diri disini adalah kekuatan (power) bagi manusia yang sehingga dalam hal ini membedakannya dengan binatang dan binatangisme-nya yang dapat menyerang manusia layaknya virus Corona.
Dalam lanskap sejarah puasa bagi umat Islam, Affandi Mochtar dan Ibi Syatibi dalam buku Risalah Ramadhan mengungkapkan, sebelum ayat yang mewajibkan puasa turun, umat Islam biasa berpuasa wajib pada 10 Muharram atau Hari Asyura. Ketika Nabi Muhammad hijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi juga berpuasa pada 10 Muharram tersebut. Hingga akhirnya nabi mendapatkan perintah puasa Ramadan. [K]
KOMENTAR