Laila Nur Nandita |
“Ga nyangka bisa lolos. Karena dari 25 peserta, semuanya pernah ke luar negeri, cuma aku aja yang belum,” kata mahasiswi asal Bojonegoro itu, Kamis (30/05/19).
Gadis yang akrab disapa Nandita itu mengaku sempat minder saat mendaftarkan diri dalam even tersebut. Karena para pendaftar lainnya didomnasi kalangan entrepreneur dan aktivis organisasi yang sudah berpengalaman.
“Minder awalnya, karena para pesaingku banyak yang entrepreneur, banyak juga ketua dan aktivis organisasi besar yang melalang buana. Dan mereka juga sudah pernah mengikuti even kayak gini,” ujarnya.
Dara cantik berusia 23 tahun itu menuturkan bahwa ia terkejut saat mendapatkankan pengumuman kelulusan lewat akun media sosialnya. Bahkan ia sampai mengecek pengumuman berkali-kali untuk memastikan kalau ia memang benar-benar lolos. Hal itu lantaran Nandita sering gagal saat mendaftar program kerelawanan seperti yang diadakan IYLE ini.
“Kaget juga saat dapat pengumuman kelulusan. Aku cek pengumuman itu berkali-kali, dan eh, ternyata emang beneran namaku. Soalnya aku udah banyak ikut even seperti ini, tapi ga pernah lolos, baru kali ini lolos,” tutur Nandita.
Kontribusi Kepada Lingkungan
Nandita saat mengajar di UKM ULC FUHum/ instagram @nurnandita
|
“Nilai TOEFL yang tinggi aja tidak cukup. Aku mencoba perbanyak bekal. Dan yang menjadi bekal adalah pengalaman dan kontribusi untuk lingkungan,” katanya.
Saat ini ia tengah fokus menjadi tutor bahasa Inggris di salah satu organisasi intra kampus, yakni Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Ushuluddin Language Community (ULC) FUHum. Menurut Nandita, kontribusi dan pengalaman mengajar di UKM ULC inilah yang mampu memberangkatkannya ke Vitenam pada tanggal 9-14 Agustus 2019 mendatang.
“Aku saat ini fokus sebagai tenaga pengajar di ULC. Dan itu menjadi modal bagiku, karena pas daftar, kan disuruh nulis esai yang berisi tentang kontribusi untuk lingkungan sekitar kita,” ujar gadis kelahiran Bojonegoro, 12 Juni 1997 itu.
Di sisi lain, pengalaman organisasi juga menjadi hal yang sangat penting bagi Nandita. Ia sendiri merupakan mahasiswi yang bergelut di beberapa organisasi. Di antaranya yaitu UKM ULC, Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (Ikajatim), dan salah satu organisasi ekstra kampus. Bahkan ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikajatim tahun 2017/2018.
Nandita mengatakan, organisasi yang ia geluti telah memberikan banyak hal. Mulai dari skill leadership, manajeman waktu, dan pengembangan bahasa asing.
“Organisasi sangatlah penting. Saya mendapatkan banyak hal, mulai dari kepemimpinan, manajeman waktu, pengembangan bahasa asing, dan masih banyak lagi,” katanya, Kamis (30/05/19).
Ia menambahkan, dari organisasi, ia dapat memberikan kontribusi kecil kepada lingkungannya. Tidak hanya di organisasi saja, Nandita sebenarnya juga ingin memberikan pengajaran kepada yayasan kangker dan panti asuhan.
“Aku ingin memberikan kontribusi di tempat lain, misalnya di yayasan kangker, panti asuhan, atau yang lainnya” imbuhnya.
Dengan ilmu dan kemampuan yang ia miliki, Alumni SMAN 2 Bojonegoro itu berharap agar dapat memberikan kontribusi bagi negeri ini. Bahkan ia mempunyai impian untuk ditugaskan di Papua atau pelosok negeri lainnya suatu saat nanti.
“Kalau bisa mengasah kemampuan bahasa dan kepemipinan dengan baik, aku ingin berkontribusi untuk negeriku. Aku ingin ditugaskan ke Papua, ingin banget, atau bisa ke pelosok negeri lain,” ujar Nandita lirih.
Di balik perjuangan dan kegigihannya, ternyata Nandita mempunyai sosok penting yang menjadi motivasi besar dalam hidupnya. Dia adalah sang nenek tercinta, Almarhumah Yahmi. Neneknya itulah yang membuatnya bertekad untuk memberikan sumbangsih dengan mendirikan perpustakan di desanya, Desa Pacul, Kota Bojonegoro, Jawa Timur.
“Karena motivasi besarku adalah nenekku. Nenekku ingin aku jadi guru. Kalau pun aku tidak bisa jadi guru di sana, minimal aku memberingkan sumbangsih yaitu dengan membangun perpustakan desa,” pungkas mahasiswi yang sedang berjuang mengerjakan tugas skirpsi.
[Mahfud]
KOMENTAR