Semarang, IDEAPERS.COM - Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke kota lain setidaknya membutuhkan dana sebesar US$23-33 miliar atau setara Rp 323 triliun-Rp 466 triliun. Hal ini dikatakan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro. Kebutuhan dana ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemindahan Ibu Kota yang pernah dilakukan oleh negara-negara yang lain.
Mengenai pemidahan Ibu Kota saat ini masih merujuk pada tiga alternatif. Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta, tapi pemerintah membuat satu distrik tersendiri di kawasan Monas, Jakarta Pusat sebagai pusat pemerintahan. Kedua, Ibu kota dipindahkan ke kota yang dekat dengan Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi.
Opsi yang terakhir yaitu, Ibu Kota dipindahkan ke luar Pulau Jawa. Namun, dari ketiga alternatif ini, pemerintah belum juga mengambil keputusan. Meski, Presiden Joko Widodo menginginkan untuk memilih alternatif ketiga.
Dari ketiga alternatif itu muncul dua skenario kebutuhan dana yang dikaji oleh Bappenas. Pertama, skenario pemindahan menyuluh ke sebuah daerah baru, sehingga pemerintah harus membangun infranstruktur dan gedung baru, termasuk memindahkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada di DKI Jakarta ke Ibu Kota baru.
Ia juga mengatakan, setidaknya Ibu Kota baru membutuhkan 40 ribu hektare (ha) lahan untuk menampung penduduk di Ibu Kota baru sekitar 1,5 juta orang.
Jumlah penduduk sebanyak 1,5 juta itu akan terdiri dari para pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta para anggota keluarga dan pelaku ekonomi pendukung. Estimasinya, pemerintah membutuhkan sekitar 5 persen dari tahan lahan, pelaku ekonomi 15 persen, infranstruktur 20 persen, pemukiman 40 persen, dan ruang terbuka hijau 20 persen.
Skenario selanjutnya, pemerintah tetap membangun infranstruktur dan gedung baru, namun jumlah ASN yang bakal dipindahkan tidak mencapai 100 persen. Artinya, akan ada rekrutmen di calon ibu kota baru.
Estimasinya, jumlah ASN yang dipindahkan hanya sekitar 111 ribu orang dan pelaku ekonomi yang akan ikut berpindah sekitar 184 ribu orang. Dari jumlah tersebut, estimasinya total penduduk sekitar 870 ribu orang.
"Dari skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp 466 triliun atau US$ 33 miliar. Skenario kedua lebih kecil karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp 323 triliun atau US$ miliar," ujarnya yang dilansir dari CNN Indonesia.
Menurutnya, kedua skenario kebutuhan dana tersebut memang lebih tinggi dari pemindahan Ibu Kota di negara-negara lain. Misalnya, dengan Korea Selatan, negara yang paling baru dalam memindahkan pusat pemerintahannya dari Seoul ke Sejong pada 2012 silam.
Ia juga mengatakan kebutuhan anggaran pemindahan pusat pemerintahan itu membutuhkan dana sebesar US$22 miliar. Kebutuhan dana tersebut sudah dirancang untuk populasi penduduk sebanyak 500 ribu orang. Sementara saat ini, jumlah penduduk di kota tersebut baru sekitar 254 ribu orang.
"Ini yang paling dekat dengan kita (Indonesia), tapi prosesnya jangka panjang, belum selesai, masih bertahap," imbuhnya.
Bambang menilai faktor utama karena pemindahan Ibu Kota di Indonesia baru akan dilakukan pada tahun modern seperti saat ini. Hal ini membuat nilai kebutuhan meningkat dibandingkan negara lain yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa setidaknya ada empat sumber pembiayaan yang bisa digunakan, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), BUMN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan swasta murni untuk kawasan komersial. (*)
KOMENTAR