gambar: darunuralmusthafa.com |
Sebuah Kisah Inspiratif di zaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tentang perkara etika seorang wali murid.
Ada seorang yang busuk hatinya ingin memfitnah Syekh Abdul Qadir dan ia terus berupaya mencari jalan untuk memfitnahnya. Maka suatu ketika ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir dan mengintipnya.
Kebetulan ketika ia sedang mengintip Syekh Abdul Qadir, ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya.
Syekh Abdul Qadir sangat suka sekali makan ayam. Dan setiap kali beliau makan ayam dan makanan yang lainnya, beliau makan separuh saja. Lebihan dari makanan tersebut akan diberi kepada muridnya.
Maka orang tadi pergi kepada bapak dari murid Syekh Abdul Qadir tadi.
"Bapak punya anak yg namanya ini?" tanya pemfitnah kepada wali anak.
Jawab si bapak: ya ada.
"Anak bapak apa benar belajar dengan Syekh Abdul Qadir?" tanyanya lagi
Jawab si bapak: "ya".
"Bapak tahu, anak Bapak diperlakukan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani seperti seorang hamba sahaya dan kucing saja. Syekh Abdul Qadir beri lebihan sisa makanan pada anak Bapak".
Maka selanjutnya si bapak tidak puas hati lalu ke rumah Syekh Abdul Qadir.
"Wahai tuan Syekh, saya menghantar anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing," kata wali murid kepada syekh.
"Saya hantar kepada tuan syekh, supaya anak saya jadi alim ulama," imbuhnya.
Syekh Abdul Qadir hanya menjawab ringkas
"Kalau begitu ambillah anakmu." Jawab Syekh.
Si bapak tadi langsung mengambil anaknya untuk dibawa pulang. Ketika keluar dari rumah Syekh menuju jalan pulang, bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum syariat. Ternyata semuanya dijawab dengan betul.
Maka bapak tadi berubah fikiran untuk mengembalikan anaknya lagi kepada tuan Syekh Abdul Qadir.
"Wahai tuan Syekh terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan kembali. Tuan didiklah anak saya. Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga diperlakukan seperti kucing," katanya kepada Syekh.
"Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa bila bersamamu," imbuh si bapak.
Maka tuan Syekh Abdul Qadir menjawabnya.
"Bukan aku tidak mau menerimanya kembali. Tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima Ilmu. Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat ilmu karena disebabkan seorang wali murid yang tidak beradab kepada guru" jawab Syekh.
Dari kisah itu, betapa pentingnya adab dalam kehidupan seharian kita. Kisah di atas menceritakan seorang ayah yang tidak beradab pada guru sang anak. Bagaimana kalau diri sendiri yang tidak beradab, memaki dan mengaibkan gurunya.
Seorang ulama pernah berkata, "Satu perasangka buruk saja kepada gurumu maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu kepadamu". [MaSa]
KOMENTAR