Mahfud menyampaikan ada mahar senilai Rp 5 miliar untuk bisa menduduki kursi rektor di UIN Jakarta. Mahfud mengatakan hal ini berdasarkan data, karena ada korban terkait kejadian ini. Andi Faisal Bakti misalnya, sudah dua kali mengikuti seleksi rektor dan selalu menang di UIN Makassar dan UIN Jakarta. Saat menang dalam seleksi rektor UIN Makassar, tiba-tiba dibuat aturan baru, bahwa yang boleh menjadi rektor di UIN Makassar adalah mereka yang sudah tinggal di 6 bulan terakhir. Sementara Andi merupakan dosen baru pindahan dari Kanada.
Hal tersebut membuat Andi memperkarakan sampai ke jalur hukum. Sesuai putusan pengadilan, Andi harus dilantik. Namun, pelantikan tidak pernah terjadi.
Hal serupa juga terjadi saat Andi mengikuti seleksi rektor di UIN Jakarta dan kembali memenangkannya. Meski menang, Andi tidak pernah dilantik, justru ia mengaku pernah dimintai uang sebesar Rp 5 miliar untuk memuluskan jalannya menuju kursi rektorat.
“Andi Faisal Bakti ini orangnya masih ada, dan dia pernah didatangi orang dimintai Rp 5 miliar untuk jadi rektor,” ungkap Mahfud dilansir dari suara.com (21/03/2019).
Kasus ini menjadi catatan hitam betapa lemahnya penegakan aturan, dibandingkan kepentingan politik yang lebih dominan menguasai dan mengintervensi tataran birokrasi pemerintahan. Kepentingan politik praktis yang menghantui dunia birokrasi menjadi preseden buruk dalam menciptakan aparatur yang bersih, berintegritas, dan profesional.
Pernyataan Mahfud terkait jual beli jabatan di rektorat UIN kian membesar. Pernyataan itu mengundang ratusan mahasiswa UIN Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di kampusnya. Mereka mendesak agar rektor UIN Jakarta saat ini yakni Amany Burhanuddin Umar Lubis mundur dari jabatannya.
Tak sampai di situ, mahasiswa meminta agar KPK bisa mengusut tuntas skandal jual beli jabatan rektor ini. Pasalnya, UIN merupakan kampus Islam yang tidak pantas dikotori dengan aksi korupsi.
“Seperti dikatakan Prof Mahfud juga, seharusnya Prof Andi yang menang tapi Prof Amany yang dilantik. Kita mendorong KPK untuk memeriksa ke UIN. Apakah ada kaitannya dengan kasus Kementerian Agama,” ujar penanggung jawab aksi Adi Raharjo.
Akhirnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam mengenai dugaan jual beli jabatan rektor UIN. Pernyataan Mahfud bisa menjadi data tambahan bagi KPK untuk membongkar skandal korupsi di Kementerian Agama.
“Ini bisa dijadikan informasi tambahan, apakah ini berkaitan atau tidak, dengan kasus yang sekarang ditangani KPK. Tentu harus diverifikasi informasinya,” kata peneliti ICW Agus Sunaryanto. [Rep. F/Red. D]
KOMENTAR