Semarang, IDEAPERS.COM - ''Menulislah jika ingin dikenal orang dan bermanfaat bagi orang lain,'' kata Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Musyafiq ketika membuka Praktikum Jurnalistik Mahasiswa Angkatan 2015, Senin (03/12) kemarin.
Sekretaris Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi (TP), Fitriati menjelaskan, praktikum diikuti mahasiswa berbagai jurusan di FUHum untuk mendapatkan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). Acara yang berlangsung sehari di auditorium kampus I itu bertema ''Implementasi Studi Keislaman dalam Jurnalistik Praktis'' dengan menghadirkan pembicara Agus Fathuddin Yusuf dari Suara Merdeka Semarang. ''Salah satu keterampilan atau skill yang kami harapkan dari mahasiswa adalah menulis,'' kata Fitriati.
Musyafiq pada kesempatan itu mengajak mahasiswa membudayakan menulis. ''Menulis status hal-hal positif di media sosial (medsos), facebook, whatsApp, artikel, makalah, buku bahkan kitab-kitab seperti ulama terdahulu,'' kata Doktor alumni Pondok Pesantren Futuhiyyah Suburan Mranggen Demak itu.
Dengan mereka mewarnai medsos dengan tulisan-tulisan yang produktif otomatis akan mengurangi berita bohong (hoaks), ujaran kebencian dan informasi lain yang menyesatkan. ''Karena kalian tidak produktif menulis makanya medsos diisi oleh orang-orang yang tidak benar,'' tegas Musyafiq.
Banyak Teori
Sementara itu wartawan Suara Merdeka Agus Fathuddin Yusuf mengajak mahasiswa memperbanyak praktik menulis. ''Jangan terlalu banyak teori. Menulis dulu, bekerja dulu baru membaca teori sambil jalan,'' katanya.
Agus yang juga Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang mencontohkan, banyak penulis yang sukses dengan praktik dulu tanpa harus belajar teori. Dia menyebut sejumlah nama antara lain Habiburrahman El-Sirazi penulis novel Ayat-Ayat Cinta, Gus Mohammad Farid Fad putra KH Wildan Abdul Chamid, Zastrow Al-Ngatawi dan lain-lain.
''Banyak yang membaca buku teori menulis berjilid-jilid tetapi tidak pernah praktik menulis ya akhirnya tetap saja tidak mampu menulis,'' katanya.
Agus pada kesempatan itu menawarkan konsep Jurnalisme Santri yang dilandasi sikap Siddiq (benar), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan Fathanah (cerdas).
Menurutnya, menjadi wartawan atau penulis diniati sebagai ibadah. Sama dengan jurnalisme profetik, jurnalisme santri juga mengembangkan akhlakul karimah, meneladani akhlak dan perilaku mulia para nabi dan rasul dari semua agama.
Menurut mahasiswa S3 Komunikasi Islam UIN Walisongo itu, munculnya berita bohong (hoaks) di media sosial, ujaran kebencian, provokasi dan mengadu domba semakin menguatkan kepercayaan pembaca kepada media mainstream atau arus utama seperti koran (media cetak) dan elektronik (radio dan televisi).
''Media mainstream atau arus utama seperti koran (media cetak) dan elektronik (radio dan televisi) tidak akan mati gara-gara media sosial. Sekaranglah saat yang paling tepat untuk memperkuat jurnalistik santri yang menyiarkan informasi kebenaran, ajakan kebaikan, kerukunan seperti yang dicontohkan nabi. Jurnalsime santri akan semakin diminati,'' katanya.(Rep. D10)
KOMENTAR