
Kicau burung hanya terbayang di pikiran
tak ada angin menghembus dedaunan,
menembus bajuku, membangun bulu
di tangan
kala bayangan mulai hilang dari mata
memandang.
Kupacu sepeda motorku
Ngaliyan - gunung Ungaran
di zaman beras tertanam di swalayan
di saat lampu jalan tak beri ruang sang jingga dibiaskan.
Ular-ular tak ada hentinya meronta
menyusuri dan memenuhi aspal sepulang
pesta, dunia.
Kuhentikan laju sepeda motorku
menolehkan muka ke belakang
merenungkan harapan manusia berpohon
kaca,
cemas.
Bahkan sampai tempatku berada
Ibu,
pohon rindang terbelah menjadi hamparan.
Ibu,
mata hitam di atas buas mata biru.
Kuhidupkan lagi mesin motorku
detik waktu memaksaku, enggan menunggu.
Inikah hariku
di mana semua ingin jadi elang
di mana semua enggan jadi burung hantu. [K]
KOMENTAR