gambar: internet |
Gelaran pesta politik lima tahunan pasca reformasi cukup berhasil membuat perubahan-perubahan yang terbilang ironis di kalangan pemuda. Mengapa demikian? Mengambil salah satu contoh misalnya, dalam sketsa pergolakan atau dialektika pemuda di wilayah politik, tidak sedikit pemuda yang bersatus mahasiswa di setiap mendekati pemilu menjadi pegawai partai tertentu untuk membantu memenangkan pasangan calon yang berebut kursi.
Hal semacam itu memang bukan rahasia umum lagi. Pada tahun-tahun sebelumnya, penulis tidak pernah atau belum cukup berani membahas dan mempermasalahkan fenomena mahasiswa yang menjadi pegawai partai. Karena bagi penulis, terdapat hal-hal yang masih perlu diteliti sebelum masuk ke wilayah kritik.
Namun di tahun ini, penulis sudah cukup berani untuk membahas dan mengkritisi fenomena transformasi idealisme mahasiswa. Karena satu hal, yakni munculnya fenomena 'Cebong-Kampret'. Jika sebelumnya, penulis melihat mahasiswa yang memilih untuk menjadi pegawai partai di tahun politik memiliki berbagai alasan yang cukup bisa dipetakan. Ada yang melakukan itu karena kehendak untuk mempelajari bagaimana peta dan situasi kondisi politik praktis, ada juga yang memang butuh uang, ada yang mencari jaringan, ada yang sungkan karena fatwa senior, ada yang hanya ikut-ikutan dan lain sebagainya.
Dari alasan-alasan tersebut aslinya memang penulis cukup kontra karena itu pertaruhan idealisme dan hal atau perubahan yang ironis. Jika ia tercebur dalam lingkaran itu, maka ia akan kehilangan mahkota idealisme yang dibanggakan. Namun melihat titik itu, penulis masih ingin menjadi pengamat atas ironi transformasi yang demikian.
Nah di sini, kritik di dalam tulisan ini yakni tentang bagaimana sikap mahasiswa sekarang dan keterkaitannya pada fenomena 'Cebong-Kampret' yang tidak bisa ditolelir lagi oleh penulis. Karena bagi penulis, saat mahasiswa menjadi bagian dari mereka sama saja dengan bunuh diri nalar intelektual dan sucinya gerakan.
Fasisme Cebong Kampret
Menjadi Cebong atau menjadi Kampret adalah tentang label follower/pengikut. Jika kamu bukan Cebong berarti kamu adalah Kampret, begitu sebaliknya. Mereka saling menghujat satu sama lainnya. Fenomena ini klimaksnya seperti berada di gelaran pesta politik sekarang.
Peperangan yang terjadi antara dua label ini adalah peperangan politik kelas terendah. Mengapa demikian? Karena perang politik yang dihadirkan oleh keduanya lebih kentara tentang bagaimana menjatuhkan dan menghancurkan lawan sehancur-hancurnya melalui jalan manapun, khususnya di media sosial. Lalu mengapa penulis mengkritik jika mahasiswa menjadi bagian dari dua label tersebut?
Pertama, hilangnya narasi seni berpolitik. Jika mahasiswa ingin belajar tentang politik di tahun-tahun ini misalnya, tidak ada lagi ilmu seni atau strategi politik yang inovatif yang bisa didapat karena secara otomatis akan dibawa ke label tersebut dan bernama "Bong" atau "Pret". Keduanya memiliki tugas menyerang dan menahan serangan hujatan dan pembunuhan karakter. Itu sekarang yang terlihat penting dari politik yang terjadi. Sehingga ilmu seni dan strategi melalui program dan sejenisnya telah mati.
Kedua, bahaya fanatisme. Nietzche pernah berkata, "Keyakinan yang buta bisa lebih berbahaya daripada sebuah kebohongan". Saat sudah menjadi bagian dari Cebong dan Kampret, kamu akan menjadi hyper. Karena mau tidak mau, orang yang bersebarangan denganmu akan terus menyerang. Saling membalas serangan inilah yang akan menggiring ke jalan kebutaan. Oleh karenanya, meskipun narasi/fakta palsu yang kamu peroleh dari para pembuat materi perang sangat butuh pelacakan kebenaran, kamu bukan lagi peduli dengan itu. Karena sudah fanatik. Mahasiswa katanya skeptis kok fanatik? Awas jadi fasis.
Ketiga, membantu menyukseskan kematian pengetahuan dan idealisme. Belakangan ini, ada gerakan-gerakan mahasiswa yang aneh. Ada mahasiswa yang bergerak ke jalan dan melabeli dirinya pro pemerintah. Sejak kapan ada mahasiswa yang punya peran demikian? Mahasiswa itu "Social Control". Mereka mendukung program dan pro atas semua yang sudah dilakukan pemerintah. Pertanyaannya, bukankah itu memang tugas pemerintah? Mahasiswa itu tukang kontrol saat ada hal yang dirasa perlu untuk dibenahi melalui sumbangsih kajian, data, dan lain sebagainya.
Ada lagi gerakan yang sering turun ke jalan dan mereka hanya bergerak untuk menghujat dan berargumen kudeta. Tanpa data yang dibawanya. Yang penting si 'itu' harus turun dari jabatannya. Aneh.
Pernah juga keduanya yang demikian bergerak di tempat yang sama, namun membawa misinya masing-masing yang tanpa data, tanpa alasan yang sesuai koridornya sebagaimana mahasiswa. Di situlah, kok seperti halnya Cebong-Kampret saja bukan wajahnya? Jangan-jangan memang benar.
Menampar Mahasiswa Cebong-Kampret
Perang politik akan semakin memanas mendekati tanggalnya, mahasiswa yang tidak bisa menjaga idealismenya di tengah ironi Cebong-Kampret maka lihat sendiri hasilnya.
Pertama karena mahasiswa yang demikian itu sudah menyamakan idealisme dan pengetahuan skeptis objektifnya seperti sampah yang tidak berharga. Kedua karena telah ikut serta membantu menguatkan dua kotak fasis yang memiliki dampak kompleks dan bahaya bagi kedaulatan. Ketiga, keempat, dan selanjutnya.
Ingat kamu adalah mahasiswa, yang memiliki peranan Guide of Value (Mengawal nilai luhur), Iron Stock (Konseptor masa depan), Agent of Control Social (Kontrol Sosial), dan Agent of Social Change (Agen perubahan di masa depan).
Menjadi Cebong-Kampret bukan mahasiswa. Menjadi Cebong-Kampret membunuh status mahasiswamu. Menjadi Cebong-Kampret adalah bunuh diri nasional karena kamu adalah mahasiswa.
Namun ada yang lebih parah lagi dari fenomena politik pemuda ini, adalah saat mahasiswa kini yang hanya, sekali lagi hanya menjadikan status mahasiswanya sebagai tangga mendapatkan ijazah untuk profesinya. Di sanalah kampus sebagai laboratorium telah menemui ajalnya. Laboratorium itu hanya menjadi sebatas tangga sebelum menjadi buruh di pabrik yang semakin banyak.
Mungkin ini juga yang menjadi faktor mengapa lingkungan kampus beserta dialektikanya berubah cepat menuju pendangkalan sehingga muncul aktivis Cebong-Kampret. [tbl]
KOMENTAR