Semarang, IDEApers.com - Mencari makna sebenarnya "ke-aku-an" seperti misteri yang tak bisa terungkap hanya dengan menjalani kehidupan. Untuk mencari hakikat "ke-aku-an" yang sebenarnya kadang kita harus mati dan berharap akan menemukan hal itu.
Pementasan teater dengan judul "Berbiak Dalam Asbak" itu, diawali dengan potret rutinitas manusia saat ini yang sangat dipengaruhi oleh alat elektronik, semakin berkembang dan membuat mereka hilang rasa kemanusiaannya hingga membuat mereka menjadi generasi iklan.
"Aku" dan "Mereka" yang melihat rutinitas ini merasa jenuh dan bosan. Mereka ingin sekali mencari hakikat sebenarnya hidup di dunia. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk bunuh diri.
"Aku" dan "Mereka" yang saat itu berada di alam kematian begitu menikmati kehidupan mereka di sana. Berangan bebas, bertingkah laku seperti yang mereka inginkan, menjadi siapa saja yang mereka inginkan, membicarakan apa saja yang mereka inginkan, semuanya bebas dan tak ada yang melarang.
Namun, perlahan "Aku" dan "Mereka" sadar. Kesedihan, dan penderitaan masih jelas dan dapat mereka rasakan di sana. Sontak "Aku" dan "Mereka" kaget karena mereka ternyata belum mati.
Sampai saat itu, "Aku" dan "Mereka" terus bertanya dan mencari jawaban hakikat "ke-aku-an" yang sebenarnya?
Demikian sedikit sinopsis dalam pementasan Teater Asa di Auditorium Kampus satu UIN Walisongo, Rabu (07/06/17) lalu.
Naskah karya Zak Sorga ini memang terbilang agak rumit, karena Zak Sorga sendiri kadang memakai simbol-simbol yang tidak bisa dipahami secara langsung oleh orang yang membaca naskahnya. Seperti yang disampaikan Danial, pengamat tater asal Semarang seusai pementasan teater tersebut. "Naskahnya bisa ditafsirkan banyak arti, karena Zak Sorga mengambil ungkapan-ungkapan yang dia hadirkan dalam realitas," tegasnya.
Selain itu, Daniel juga memberikan himbauan apabila sutradara gagal memberikan pengertian kepada para aktor terkait naskah ini, maka penampilannya tidak akan menarik. "Kalau hal ini gagal diterapkan, maka akan menjadi rutinitas (penampilan) yang datar dan membosankan," imbuhnya.
Lain halnya dengan Veni, penonton yang menamakan dirinya "penonoton sederhana" ini mengakui ada beberapa hal yang ia tidak mengerti, terutama tentang kehidupan setelah kematian yang digambarkan terlihat menarik. "Ketika kehidupan setelah mati itu sangat menyenangkan, itu observasinya dari mana, kan jadi lucu," ungkap penonton asal Jepara ini.
Umar Hanafi, sutradara dalam penampilan teater itu memberikan tanggapan, bahwa penampilan kali ini merupakan penampilan yang berbeda dari sebelumnya dengan memakai naskah karya Zak Sorga. "Jadi memang ini pertama kalinya kita menampilkan yang seperti ini," ujarnya.
Dan juga, umar menjelaskan, mayoritas aktor yang ikut berperan dalam pementasan itu merupakan mahasiswa angkatan tahun 2016. "Banyak anak tahun 2016 yang ikut," katanya.
Diskusi malam itu ditutup dengan tanggapan salah satu penonton asal Salatiga, Danial, ia mengatakan dirinya begitu mengapresiasi penampilan para aktor Teater Asa pada malam itu. "Teater bukan hanya tuntutan produksi lalu selesai, tapi, lebih dari itu ini adalah penampilan teater kalian," katanya. [Rep. Abdi/Red. Taufik]
KOMENTAR